Thursday, April 1, 2010

ayo bermimpi biar jadi pemimpi+N

Thursday, April 1, 2010 1

"Kenyataan hari ini adalah mimpi kemarin, dan mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari." (Hasan Al Banna)

Adakah mimpi dalam jiwa mu dan hasrat untuk melakukan kebaikan ? jika hari-hari kita adalah pelaksanaan mimpi-mimpi kita maka sulit di temukan kejenuhan hidup dan matinya jiwa. Sering kita temukan seorang hidup tanpa impian dan kita melihat hari-hari yang terbuang bergitu saja tanpa produktifatas kerja. Sungguh sia-sia


Semua orang besar yang pernah aku kenal adalah orang dengan sederetan mimpi kehidupan, cerita mimpi tentang dirinya, keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara … mungkin salah satu syarat pemimpin besar adalah ia seorang pemimpi+N. Dan itu benar bukan?

Jika di Tanya tentang angan-angan yang panjang, maka sangat beda antara mimpi dan angan-angan, keduanya di pisahkan oleh kata optimisme, sebuah keyakinan yang dalam di ikuti oleh obsesi amal. Itulah kenapa orang-orang yang besemangat di antara kita adalah manusia dengan banyak cita-cita.

Sekarang apa mimpimu?
Semua orang yang ku kenal rata-rata menyesal terhadap semua mimpi yang peranah di azamkan, katanya “kenapa dulu saya bermimpi biasa-biasa saja, sendainya dulu saya bermimpi itu dan ini..” seolah-olah mengamini perkataan ustad hasan albanna : kenyataan hari ini adalah mimpi kemaren, dan semua yang di impikan menjadikenyataaan semua, mimp[inya tentang keluarga, mimpinya tentang rumah dunia, mimpinya tentang status social.. semuanya sungguh ajaib. Sekarang apa mimpimu? Ingatlah Allha Maha Tahu dan para Malaikat siap mengamini semua keinginanmu..

"Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakan kesehatanmu untuk persiapan saat sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu." (HR. Bukhari)


hanya ada satu kata bergegas, jika memang mimpi-mimpi kita layak untuk di wujudkan maka kita wajib untuk bersegera, karena ada kebahagiaan untuk siapa saja yang besegera dalam melakukan kebaikan yaitu ampunan dan surga yang Allah janjikan.

Jika kita jujur terhadap mimpi yang kita ucapkan maka mimpi kita pun akan jujur terhadap kita…waktu adalah variable yang tak begitu penting menjadi kendali namun ia akan terus mengikuti sang empunya mimpi, sepeti yahudi mencita-cita Negara israil 50 tahun akan berdiri maka tepat 50 tahun kemudian Negara israil berdiri dan menindas muslim palistina..

Mimpi-mimpi kita menandakan seberapa besar dirikita, dan seberapa hebat pengaruh hidup kita terhadap kehidupan orang lain, kalo sekedar bermimpi saja kita tidak bisa maka sebenarnya kita sedang mengawali kehidupan kosong penuh kekalahan. Karma mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari, begitu sang ustad mengajari kita.

"Ayolah kita bermimpi, tentang apapun. tak ada yang tak mungkin asal ada kemauan dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Bergerak dengan semangat dan cita-cita yang besar. Optimalkan potensi-potensi yang kita miliki. Apapun kompetensi kita masing-masing, mari ciptakan ombak-ombak pergerakan itu hingga membentuk suatu gelombang kuat dan besar sehingga mampu MENGUBAH DUNIA,

” Haqaa-iqul yaumi ahlaamul amsi, wa ahlaamul yaumi haqaa-iqul ghadi. Kenyataan hari ini adalam mimpi hari kemarin, dan mimpi hari ini adalah kenyataan esok hari ” (Hasan Al Banna)


Selengkapnya...

Friday, March 5, 2010

Qian HongYan – Gadis Buntung yang masih tersenyum menyambut dunia

Friday, March 5, 2010 1



Qian Hongyan mengalami kecelakaan dan kehilangan kedua kakinya bahkan pinggulnya, dan perlu mencari jalan keluar.

Keluarganya di Cina miskin dan tidak dapat membeli kaki palsu, maka ia menggunakan bola basket untuk memudahkan gerakannya. Qian Hongyan juga dikenal sbg Basket Ball Girl Baca entri selengkapnya »

Selengkapnya...

Ya Syaikh, Kemewahan Bukan Cita-Cita Kami! (Renungan di tengah Perjalanan dakwah)


Dalam sebuah perjalanan kami bersama beberapa Ikhwah, ada perbincangan menarik. Salah seorang Al Akh bertanya, “Akhi, berapa penghasilan Antum sebulan dari mengajar?” Ikhwah tersebut tersenyum dan malu menjawabnya. Namun, ketika ditanya lagi dengan nada bergurau, ia pun menjawab, “150 ribu sebulan.” Inilah ikhwah kita, kader da’wah yang memiliki banyak kelompok halaqah.

Ada lagi, Ikhwah yang pernah kami temui, ia aktifis dan banyak amanah da’wah yang dia emban. Ia hanya berpenghasilan tidak sampai 300 ribu rupiah dari membuat minuman penghangat badan, wedang jahe.
Itulah ikhwah kita, mereka hidup dipelosok. Namun, kami kira mereka juga ada di sekitar kita, saudara kita di halaqah, di wilayah da’wah kita, bahkan ia -mungkin- kita sendiri. Tetapi mereka tidak mengeluh, tidak lemah, dan Allah Ta’ala mencintai orang-orang yang sabar.
Syahdan, di kota besar ada pula ikhwah da’iyah yang hidupnya lebih dari cukup, bahkan sangat-sangat lebih. Itu baik dan tidak masalah. Namun, jadi masalah jika ia mengiklankan kemewahan, menyeru orang kepadanya, memberikan ilustrasi keunggulan ‘mewah’, bukan sekedar bercerita kekayaan. Ia menghiasi dengan berbagai dalil dan alasan yang dipaksakan untuk melegitimasi pemikiran dan perilakunya sendiri. Membicarakan pentingnya kekayaan, harta, kemewahan, dengan alasan maslahat da’wah dan sebagainya, karena ia sudah merasakannya. Lalu, kemana dahulu ketika keadaannya belum seperti sekarang? Kenapa maslahat-maslahat itu baru dibicarakan saat ini ? Apakah dibicarakan untuk pledoi? Apa ia tidak pernah tahu kondisi ikhwah lain yang serba sulit? Atau memang tidak mau tahu?

Tak usah ajarkan kami, kami sudah mengetahui harta memang urgen. Kaya memang penting. Mayoritas para sahabat yang mubasyiruna bil jannah (dikabarkan akan masuk surga) adalah orang-orang kaya. Orang kaya yang bersyukur lebih utama dari orang miskin bersabar. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pun berdoa berlindung dari kekafiran dan kefaqiran. Dan, kami pun tetap bekerja untuk menafkahi anak dan istri kami … Alangkah baiknya jika kami tetap diajarkan -oleh da’i itu- bagaimana menjadi hamba yang shalih, hamba yang bersyukur terhadap kekayaan, bersabar atas kesulitan, berjihad, istiqamah, dan ilmu-ilmu bermanfaat lainnya untuk agama dan dunia kami, agar kami menjadi pribadi yang apa adanya menurut Al Quran dan As Sunnah, bukan pribadi yang seharusnya menurut keadaan dan status sosial. Dan, tidak usah menyesali jika dahulu kami ‘lupa’ diajarkan tentang masalah kekayaan dalam silabus tarbiyah kami, karena hakikat kekayaan adalah kaya jiwa. Inilah keyakinan dari keimanan kepada Allah Ta’ala, dan pemahaman terhadap harta secara sehat, dan jangan memaksakan pemahaman yang asing dalam sejarah da’wah dan tarbiyah.

Tetapi Ya Syaikh …, kaya bukanlah mewah, walau ia bersumber dari satu hal yang sama yakni harta, tetapi ia berbeda secara nilai yakni mentalitas. Mentalitas aji mumpung; mumpung ada, mumpung menjabat, mumpung dekat dengan orang kaya, mumpung di atas, mumpung punya binaan kalangan menengah ke atas. Tak ada kamus aji mumpung dalam kehidupan teladan kami, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ia memegang kunci-kunci kekayaan, jika ia mau mudah sekali mendapatkannya. Tetapi, ia amat sederhana. Para sahabat, memang kaya, tapi adakah kita mendengar mereka mengiklankan kemewahan, dan berleha-leha ketika ada saudaranya kesulitan? Justru mereka menampakkan kesederhanaan dan kesahajaan. Mereka tahu perasaan sahabat nabi lainnya. Ya .. mereka tahu perasaan manusia ..

Khadijah seorang wanita kaya, ia saudagar wanita, ketika nikah dengan Rasulullah ia menjadi sederhana. Kekayaannya ia abiskan untuk perjuangan suaminya, bukan dihabiskan untuk menikmati kenikmatan hidup. Jangan sekedar melihat besarnya mahar ketika mereka berdua nikah, tetapi lihatlah buat apa dan dikemanakan mahar tersebut, apakah mahar tersebut merubah Rasulullah menjadi laki-laki yang mewah? Tidak! Terlalu naif membicarakan kemewahan hanya melihat dari ukuran mahar pernikahan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan Khadijah Radhiallahu ‘Anha. Umar bin Abdul Aziz ia seorang kaya, ketika menjadi khalifah justru ia tinggalkan kekayaannya. Tetapi, kewibawaan mereka sama sekali tidak berkurang, justru melambung tinggi, karena Allah Ta’ala telah muliakan mereka. Kemana contoh-contoh ini ?

Untuk contoh masa sekarang adalah Usamah bin Ladin -setuju atau tidak dengan ideologi dan segala upaya jihadnya- ia adalah seorang kaya raya, bahkan sangat kaya, kalau dia mau bisa saja CNN dibelinya. Tapi, dia hidup amat sederhana, makan seadanya, dia serahkan kekayaannya untuk membiayai perjuangannya. Bukan mencari kekayaan dari perjuangan, bukan mencari biaya hidup dari perjuangan. Itulah letak kewibawaan.

Rasulullah dan para sahabat adalah teladan kita, qudwah hasanah kita … selamanya. Kami tidak butuh teladan yang lain, walau ia berilmu, senior da’wah, tetapi … alhamdulillah, kami tidak pernah silau dengan istilah, gelar, dan pujian manusia yang sehaluan dengannya. Walau kami sangat menghargai dan menghormati peran dan kontribusi da’wah yang telah mereka lalui demikian panjang.

Kesederhanaan Adalah ‘Izzah

Ada sudut pandang simplistis yang biasa dilontarkan oleh manusia yang ber’ideologi’ kekayaan dan kemewahan. Sudut pandang kesetaraan status dan kepantasan lingkungan, agar penerimaan dirinya dilingkungan yang baru, bisa diterima dengan baik. Sudut pandang materialis kapitalis ini, satu-dua contoh kasus bisa saja benar, bahwa jika Anda bergaul dengan kalangan jet set tetapi ketika menghadap mereka dengan ‘hanya’ motor bebek atau mobil seken, lalu Anda kurang dianggap, kurang ‘berharga’ dimata mereka. Bisa saja itu terjadi, dan bisa pula itu perasaan dan sugesti saja. Jangan pernah memandang bahwa kesulitan hidup, adalah biang keladi segala masalah kita -para da’i dan umat Islam- saat ini. Tak ada manusia satu pun yang ingin susah dan miskin, tetapi jangan pula menganggap kekayaan adalah solusi jitu, yang akhirnya harus dikejar-kejar dan diserukan secara demonstratif, karena taqwa dan keshalihan itulah solusi, sedangkan kekayaan adalah penunjang atau bisa juga fitnah.

Kenapa contoh keserhanaan Abu Dzar, kewara’an Abu Bakar, kezuhudan Umar, kedermawanan Utsman, dan kesulitan hidup Ali, tidak menjadi sudut pandang kita. Apa yang mereka alami ini tidaklah meluluhkan wibawa mereka di depan Al Khaliq dan makhluk. Justru semakin melambung tinggi dan nama mereka tercatat abadi dalam konfigurasi sejarah manusia-manusia pilihan. Itu mereka dapatkan bukan karena kekayaan dan kemewahan, tetapi keikhlasan, kesederhanaan, dan pengorbanan mereka. Benarlah yang dikatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu berkata, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya, kalian tidak akan mampu menguasai manusia dengan harta kalian, tetapi kalian bisa menguasai mereka dengan wajah yang bersahaja dan akhlak yang baik.” (HR. Abu Ya’la, dishahihkan Al Hakim, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab Al jami’, Bab Targhib fi Makarimil Akhlaq, hal. 287. Hadits no. 1341. Cet 1, 2004m/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah)

Kesederhanaan para da’i di lingkungan yang ‘tidak sederhana’ adalah hal yang istimewa, ia nampak tidak tergoda dunia, walau dunia mengejarnya. Ia nampak mampu mengendalikan dunia, dunia ada ditangannya bukan dihatinya. Jika ia anggota dewan, pejabat, petinggi Partai Da’wah, dahulunya ia da’i yang sederhana, dan ia tetap sederhana di lingkungan yang ‘tidak sederhana’, maka ia seperti cahaya di tengah kegelapan, ia seperti keteladanan di zaman yang minim keteladanan. Insya Allah, Allah akan mencintainya, dan manusia pun mengaguminya. Inilah sudut pandang yang seharusnya … Syaikh! Bukan justru latah, ikut-ikutan, dan menjadi norak, sehingga menjadi tak ada bedanya dengan hamba dunia yang dahulu pernah kita benci, paling tidak beti (beda-beda tipis) dengan mereka.

Dari Sahl bin Sa’ad Radhiallahu ‘Anhu dia berkata: “Datang seorang laki-laki kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dia berkata: “Wahai Rasulullah tunjukkanlah kepadaku jika aku lakukan maka Allah dan manusia akan mencintaiku. ” Maka Ia bersabda: “Zuhudlah di dunia niscaya Allah akan mencintaimu, dan zuhudlah terhadap apa-apa yang ada pada manusia, niscaya manusia akan mencintaimu. ” (HR. Ibnu Majah, sanadnya hasan. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, Kitab al Jami’ Bab Zuhd wal Wara’, hal. 277. Hadits no. 1285. Cet 1, 2004M/1425H. Darul Kutub Al Islamiyah)

Akan Dibangkitkan Sesuai Niatnya

Da’wah ini telah diramaikan oleh beragam manusia; tipe, kecenderungan, skill, kebiasaan, sifat, dan niatnya. Faktor niat inilah yang akan mengendalikan dan mengarahkan masing-masing da’i, bahkan yang menentukan masa depan mereka di akhirat. Mereka sama-sama berjuang, sama-sama lelah, tapi mereka akan dibangkitkan di akhirat sesuai niatnya masing-masing. Ada yang niat dunia seperti ketenaran, popularitas, kekayaan, jabatan, wanita, walau ini mampu disembunyikan dengan sangat rapi di dunia, berbungkus da’wah dan berhasil mengelabui banyak manusia, tetapi akan tersingkap di akhirat. Semoga Allah Ta’ala merahmati dan memberikan balasan yang lebih baik bagi da’i-da’i akhirat, yang hanya mengharapkan Allah Ta’ala dan ketinggian agamaNya.

Dari ‘Aisyah Radhiallahu ‘Anha berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Akan ada tentara yang menyerang Ka’bah, akan tetapi ketika mereka sampai di sebuah lapangan, tiba-tiba mereka semua dibinasakan, dari awal sampai akhirnya.”
‘Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah, bagaimanakah dibinasakan semua, padahal di antara mereka ada orang-orang yang tidak ikut-ikutan seperti mereka, yaitu orang-orang yang di pasar dan lain-lain?”Rasulull ah menjawab:
“Mereka dibinasakan semua, lalu dibangkitkan menurut niat masing-masing. ” (HR. Bukhari- Muslim, lafaz ini menurut Bukhari. Riyadhus Shalihin, Bab Al ikhlas wa Ihdhar an Niyah, hadits no. 2. Maktabatul Iman, Manshurah)

Jadi, amal akhirat manusia, seperti da’wah dan jihad menjadi hal yang sia-sia jika niatnya adalah dunia. Dalam riwayat lain, dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barang siapa yang beramal akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian di akhirat.” (HR. Ahmad, Ibnu Hibban, Al hakim dan Al Baihaqi. Al Hakim berkata: sanadnya shahih, dan disepakati Adz Dzahabi. Al Haitsami mengatakan hadits ini diriwayatkan Ahmad dan anaknya dari beberapa jalur, dan para perawi Ahmad adalah perawi shahih, Majma’ uz Zawaid 10/220)

oleh Farid Nu’man
Selengkapnya...

Ust. Anis Matta Bicara Soal Uang


BismillahirrahmaanirrahiimIkhwan dan Akhwat sekalian,

Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Allah di pagi hari ini, walaupun kemarin saya ragu-ragu, apakah saya bisa hadir hari ini atau tidak. Istri saya sakit demam berdarah dan dirawat di rumah sakit hingga hari ini.

Alhamdulillah, hari ini ada perbaikan sedikit dan bisa ditinggal. Selain itu, rasanya sudah rindu sama antum semuanya karena cukup lama tidak kesini.

Sebenarnya saya punya rencana kunjungan ke sini pada bulan Januari yang lalu dalam rangkaian jaulah ke 13 DPW bersama 13 pengurus Bidang Kaderisasi dan Bidang Pembinaan Wilayah. Rencana itu dibatalkan karena saat itu sedang musim pesawat jatuh, jadi ada 8 DPW yang kita pending perjalanannya termasuk ke kota Pekan Baru ini.

Ikhwah sekalian. Pagi ini kita bicara tentang uang. Sudah lama sekali saya mengusulkan bagian kurikulum di departemen kaderisasi untuk memasukkan pokok bahasan tentang uang.
Gagasan-gagasan itu mulai muncul ketika saya dahulu berada di awal dakwah ini. Salah satu pekerjaan yang saya lakukan adalah Lajnah Minhaj, di Bidang Kaderisasi dulu, bersama Kang Aus. Saat itu, saya ikut menyusun beberapa Materi Tamhidi H1, H2.

Kita memang tidak pernah berfikir untuk menyusun satu materi tentang uang karena yang ada di benak kita, bahwa bagian-bagian dari tarbiyah itu adalah tarbiyah ruhiyah, tarbiyah fikriyah dan tarbiyah jasadiyah. Ketika kita membuat partai, kita menambah sedikit yaitu materi tarbiyah siyasiyah.

Jadi, kalau wasilah dari tarbiyah ruhiyah itu banyak, ada Lailatul Katibah juga mutaba’ah yaumiyah. Wasilah tarbiyah fikriyah juga banyak ada tatsqif dan macam-macam. Tarbiyah jasadiyah ada latsar, ada mukhoyam. Tarbiyah siyasiyah sudah dengan sendirinya karena ada wasilah berupa partai.

Tapi, kita semuanya menghadapi suatu benturan realita yang disebabkan karena ada missing link dalam sistem berfikir kita. Ada satu kosakata yang tidak masuk ke dalam benak kita padahal itu sangat menentukan masa depan kita yaitu uang. Jika ada yang bertanya kenapa kita miskin maka jawabannya karena memang kita tidak belajar masalah uang.

Ikhwah sekalian. Salah satu gejala benturan budaya yang sering kita lihat muncul bersama munculnya orang-orang setengah kaya baru. Tapi itu lebih disebabkan karena bibit-bibit kemiskinan itu memang ada dalam diri kita, ada di lingkungan kita, bahkan ketika kita mulai membuat partai. Padahal kita belum kaya dan memang belum kaya.

Apabila kita memakai standar Kiyosaki, masuk dalam tahap aman pun belum. Tapi sudah dianggap kaya hanya karena sedikit beda dengan teman-teman ikhwah yang lain. Kita dianggap kaya karena memiliki mobil padahal mobil itu kebutuhan pokok dalam fiqih Islam. Kita juga dianggap kaya karena sudah bisa bangun rumah, padahal itu indikator dari garis kemiskinan.

Rasulullah mengatakan, “Cukuplah bagi seorang Muslim itu bahwa dia punya sebuah rumah dan seorang pembantu.” Jadi, rumah itu sama dengan pakaian. Hanya saja, di lingkungan kita, banyak yang mempunyai anggapan, orang disebut kaya kalau sudah punya rumah.

Ikhwah sekalian. Oleh karena itu, banyak sekali yang bolong dalam tsaqafah kita tentang uang. Kita bukan hanya salah membuat persepsi-persepsi itu, tetapi juga terkadang mempunyai kecenderungan anti uang.

Kalau istilah almarhum Ust Rahmat Abdullah, ikhwah itu sabar menderita tapi tidak sabar melihat orang lain lebih kaya. Makanya mudah muncul gosip di kalangan orang yang punya sedikit kelonggaran secara finansial apalagi kalau sebab kelonggaran finansialnya itu karena dia menjadi anggota dewan.

Jadi, pada tahun 1999, saya jadi ketua Tim Khusus. Pada waktu itu sebagai Sekjen saya tahu persis di mana letak daerah kuatnya PKS kalau saya mau jadi anggota dewan. Ketika itu saya dicalonkan dari Bandung, Jakarta dan Sulawesi Selatan atas usul DPW masing-masing. Nah, pilihan tertinggi jatuh pada Sulawesi Selatan.

Waktu itu saya belum mau jadi anggota dewan karena saya belum punya rumah dan mobil. Saya tidak mau bila nanti ada persepsi bahwa saya punya mobil dan rumah karena jadi anggota dewan. Oleh karena itu saya pilih Sulawesi Selatan. Jika saya pilih Bandung atau Jakarta pasti saya terpilih jadi anggota dewan pada tahun 1999.

Saya mengerti persepsi-persepsi, gosip dan fitnah tentang harta di kalangan kita itu banyak disebabkan tsaqafah yang bolong tentang uang. Jadi, kita bukan hanya tidak berbakat jadi kaya tapi juga tidak senang dengan orang kaya dan cenderung anti kekayaan.

Kapan saatnya kita mulai mengalami benturan keuangan. Yang pertama setelah kita punya anak. Dahulu waktu saya kuliah, kita dimotivasi untuk cepat menikah oleh para murabbi kita dengan satu alasan kemaksiatan sudah merajalela di sekitar kita. Daripada kita berzina, lebih baik kita menikah. Kalau kita berargumen lagi bahwa belum ada pekerjaan karena kita masih kuliah, jawabannya adalah “tawakkal ‘alallah, innallaha Ghoniy”. Seluruh alasan-alasan aqidah dikerahkan untuk mendorong kita nikah.Sebagian besar angkatan saya menikah di tahun pertama waktu kuliah. Saat itu saya belum menikah.

Di tahun kedua lebih banyak lagi yang menikah, saya belum menikah. Di tahun ketiga lebih banyak lagi yang menikah. Saya termasuk yang telat menikah pada waktu itu. Tapi kemudian kita menemukan fakta bahwa ikhwah-ikhwah yang menikah semasa kuliah itu sebagian besar angka pelajarannya jeblok karena disibukkan dakwah juga harus mencari ma’isyah.

Saya menikah di tahun keempat setelah angka saya stabil karena naik satu point lagi. Dosen saya sampai mengatakan, kalau kamu ambil Master, menikah satu kali lagi.

Ada ikhwah yang mengatakan kepada saya, Masya Allah, antum ini merencanakan sesuatu dengan detail. Saya bilang antum punya semangat tapi tidak punya rencana yang bagus.

Jadi kita semua mulai mengenal uang dan mempunyai persepsi bahwa uang itu perlu ketika anak kita menangis. Ketika saya datang ke calon mertua saat itu, beliau anggota DPR dan sudah 17 tahun menjadi salah satu petinggi GOLKAR untuk melamar, dia bertanya ke saya: “Anak saya mau dikasih makan apa?” Saya bilang mungkin saya tidak share di rumah bapak tapi insya Allah tidak makan batu.

Kemudian dia bertanya lagi. “Pendapatan kamu berapa?” Saya jawab, saya ada beasiswa 200 ribu perbulan. “Selain itu apa iagi?” Saya bilang tidak ada. “Masih kuliah”. Tapi waktu itu istri saya mengancam, kalau tidak kawin dengan saya, dia tidak mau kawin lagi. Akhirnya kita menikah juga.

Jadi, kita ini, ikhwah learning by accident. Belajar dari benturan.

Ikhwah sekalian. Rasanya saya sendiri sebenarnya tadinya tidak pernah tertarik mengenal uang lebih jauh. Karena 6 tahun saya di pesantren juga tidak pernah belajar uang. Lima tahun setengah kuliah di LIPIA Fakultas Syari’ah juga tidak pernah belajar uang kecuali 1 bab dalam pelajaran Fiqh yaitu kitab zakat. Itupun dalam orientasi Amil Zakat, tidak ada orientasi menjadi muzakki.

Saya mulai tertarik mengenal uang seteiah mengalami benturan yang di awal tadi saya ungkapkan, juga benturan ketika saya di Sekjen. Setelah jadi Sekjen itulah saya mulai menilai ada suatu masalah besar yang akan kita hadapi kalau masalah-masalah ini tidak selesai.

Sejak itulah saya mempelajari hal ini. Sebelumnya, meskipun saya mengajar Ekonomi Islam di Ul, banyak belajar dan membaca masalah-masalah ekonomi, juga banyak membaca buku-buku bisnis dan bergaul dengan orang-orang bisnis, saya belum seberapa tertarik secara langsung dan punya perhatian secara khusus terhadap masalah uang. Ketertarikan itu mulai muncul setelah mengalami benturan betapa sulitnya kita mendanai aktifitas kita setelah kita terjun di perpolitikan ini.

Ikhwah sekalian. Saya ingin bicara 3 point supaya kita lebih terarah dalam soal uang. Pertama, mengapa Islam menyuruh kita kaya. Kedua, mencari penjelasan tentang mengapa kita miskin. Ketiga, bagaimana kita mulai merekontruksi kehidupan finansial kita.

Ibnu Abid Dunia menjelaskan beberapa alasan tentang mengapa kita semua diperintahkan untuk menjadi kaya dalam Islam itu. Alasan pertama, karena harta itu tulang punggung kehidupan. Makanya orang kalau punya harta punggungnya tegak. Kalau tidak punya harta, punggungnya rada bungkuk sedikit. Antum lihat orang-orang Amerika kalau datang ke sini tegap-tegap semua kan, karena punya duit. Pejabat-pejabat keuangan kita kumpul di CGI tunduk-tunduk semua, karena mau pinjam duit.

Allah SWT mengatakan “Janganlah kamu berikan harta-harta kamu kepada orang-orang bodoh (orang-orang yang tidak sehat akalnya) yaitu harta yang telah Allah jadikan kamu sebagai yang membuat punggung tegap.” Jadi, hidup kita tidak normal begitu kita tidak punya uang. Kita pasti punya banyak masalah begitu kita tidak punya uang.

Alasan kedua, peredaran uang itu adalah indikator keshalehan atau keburukan masyarakat. Apabila uang itu beredar lebih banyak di tangan orang-orang jahat maka itu indikasi bahwa masyarakat itu rusak. Apabila uang itu beredar di tangan orang-orang shaleh maka itu indikasi bahwa masyarakat itu sehat.

Masyarakat Indonesia ini rusak salah satu indikasinya karena orang-orang shalehnya sebagian besar adalah para fuqara wa masakin. Ahlul masjid di negeri ini terdiri atas fuqara dan masakin. Bahkan sebagian besar orang mungkin mengunjungi masjid bukan karena benar-benar ingin ke masjid melainkan karena tidak punya tempat untuk dipakai mengaktualisasikan diri.

Antum lihat orang-orang tua yang datang ke masjid biasanya orang yang kalah dalam pergulatan sosial. Kalau dia tentara, biasa setelah pensiun baru dia ke masjid. Kalau dia pedagang, biasanya setelah dia bangkrut baru dia ke masjid.

Rasulullah SAW mengatakan “Sebaik-baik uang itu adalah uang yang beredar di tangan orang-orang shaleh”. Jadi, apabila kita yang ada di sini tidak mengendalikan uang yang ada di Riau, itu adalah tanda-tanda yang tidak bagus.

Kenapa? Karena kalau uang itu berada di tangan orang shaleh maka uang itu akan mengalir di saluran-saluran yang baik. Kalau ibu-ibu di sini dibagikan Rp 1 Milyar, kira-kira uang itu akan diapakan. Buat daftar belanjanya. Antum bisa lihat semuanya itu belanja kebaikan. Pertama, pasti akan dipakai untuk potongan buat partai. Coba lihat anggota DPR, begitu jadi anggota Dewan, yang pertama potongan buat partai.

Waktu itu ada teman dari Golkar dan PPP, “Itu dana konstituen diapakan?” Kita jawab itu tidak lewat kita, melainkan langsung ke Dapil (Daerah Pemiiihan). Uang yang masuk ke tangan orang shaleh pasti mengalirnya di kebaikan juga.

“Kalau gajinya berapa dipotong? Kalau kita di Golkar cuma 2,5 juta per bulan dipotong.” Kalau di PKS itu bisa 50 sampai 60% di potong. Jadi, antum lihat daftar belanjanya orang shaleh.

Kedua, untuk rihlah, kemungkinan itu pergi umrah atau menghajikan keluarga atau naik haji sendiri. Bapak-bapaknya pun kalau punya uang 1 Milyar, tidak jauh-jauh dari situ juga: infaq buat partai, menyenangkan keluarga, dan operasional pribadi untuk dakwah pribadinya juga.

Semuanya di jalur kebaikan. Bila ada kenikmatan, tidak mungkin dia pergi judi. Tidak mungkin juga dia pergi ke tempat prostitusi. Paling-paling dia cari jalur halal.

Tapi coba sebaliknya, kalau uang itu beredar di tangan orang jahat, larinya juga kepada kejahatan. Salah seorang saudara saya cerita, waktu itu ada seorang kaya sangat kaya di daerah Indonesia. Orangnya masih hidup sekarang. Dia punya private jet. Saking kayanya, dia suka main judi ke London. Pesawat private jet itu berjenis Boeing.

Jadi, kalau pergi dia itu membawa rombongan, biasanya dia parkir di sana 1 minggu atau 2 minggu. Itu kalau parkir, kan bayar. Selama dia main judi, dia persilahkan teman-temannya yang ingin pakai pesawatnya, seperti layaknya meminjamkan mobil.

Sekali main, dia biasanya bisa rugi sampai 5 juta dollar, meskipun kadang-kadang untung 8 juta dollar. Sekali waktu mereka main ke sana, sudah beberapa hari kangen dengan Nasi Padang. Dia bilang ke pilotnya tolong ke Singapore beli Nasi Padang terus balik lagi ke London. Begitulah cara mereka menggunakan uang.

Kalaupun orang kaya itu muslim, tidak berjudi, tapi dia tidak punya visi dakwah dan tidak hidup untuk satu misi besar dalam hidupnya, dia pasti akan menggunakan uangnya untuk kesenangan pribadi, seperti perhiasan dan seterusnya.

Saya punya kawan, kalau dia pakai seluruh perhiasannya kira-kira sekitar 2 juta dollar di badannya, cincinnya 1 juta dollar. Mobilnya 1/2 juta dollar, jam tangannya bisa sampai 2 milyar. Adalagi temannya kira-kira punya 200-an jam tangan. Sebuah jam tangan itu harganya kira-kira 2 milyar.

Lebih buruk lagi, kadang-kadang orang kaya yang tidak baik memakai uangnya untuk memerangi kebaikan. Itulah yang terjadi ketika orang-orang Yahudi memegang kendali keuangan dunia.

Maka dari itu, menjadi kaya itu bagi kita adalah satu keharusan, untuk mengembalikan keseimbangan sosial, kehidupan di tengah-tengah kita.

Ketiga, terlalu banyak perintah syariah yang hanya bisa dilaksanakan dengan uang. Antum lihat 5 rukun Islam. Syahadat tidak pakai uang, sholat tidak pakai uang, puasa tidak pakai uang tapi zakat dan haji pakai uang. Kalau 200 ribu orang umat Islam Indonesia tiap tahun pergi haji. Rata-rata mengeluarkan 5000 dollar, coba antum kalikan berapa banyaknya uang yang beredar untuk melaksanakan satu ibadah. Belum lagi jihad.

Jadi, kita tidak bisa berjihad kecuali dengan uang. Misalnya kita di lndonesia sekarang mau pergi ke Palestina untuk pergi perang, tenaga kita tidak diperlukan karena tenaga sudah cukup dengan ada yang disana. Rasul mengatakan, “Siapa yang menyiapkan seorang bertempur maka dia juga sudah dapat pahala perang”.

Jadi banyak sekali perintah-perintah Islam yang memerlukan uang. Waktu Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, di antara hadits-hadits pertama yang beliau sampaikan pada waktu itu adalah “Afsussalam wa ath’imu tho’am”.

Jadi mentraktir itu tradisi nabawiyah. Sering-seringlah mentraktir karena itu perintah Nabi, dan ini turunnya di Madinah pada saat menjelang mihwar daulah. Kira-kira di jaman kita inilah, di mihwar dakwah kita sekarang.

Washilul arham dan sambung tali shilaturahim. Antum akan melihat nanti di akhir penjelasan saya nanti bahwa ciri-ciri orang maju itu salah satunya adalah kalau belanjanya dalam 3 hal lebih besar daripada belanja kebutuhan lauk-pauknya, salah satunya belanja komunikasi.

Jadi, kalau biaya pulsa kita tinggi itu indikator yang baik, itu artinya silaturahim kita jalan. Jangan missed call, suruh orang telpon balik.

Keempat, karena harta itu adalah hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia sehingga menentukan strata sosial. Antum akan lebih berwibawa dan didengar orang kalau punya uang.

Apabila tidak punya uang, biasanya kita juga biasanya jarang didengar oleh orang. Misalnya dalam keluarga. Antum bersaudara ada 7 orang. Kalau kontribusi finansial antum dalam keluarga itu tidak banyak dan bila antum satu-satunya da’i dalam keluarga, dakwah antum juga kurang didengar oleh keluarga. Karena di samping ingin mendengarkan nasihat yang baik orang juga ingin mendapatkan uang yang banyak. Hadiah-hadiah pada hari lebaran, infaq-infaq dan seterusnya dan itu biasanya melancarkan dakwah kita.

Saya hadir pada suatu waktu di sidang Ikatan Anggota Parlemen Negara-negara OKI. Setiap kali ada waktu bertanya, yang paling pertama diberi kesempatan bertanya itu utusan dari Arab Saudi, sedangkan utusan dari negara miskin seperti Maroko atau Tunisia biasanya tidak dapat giliran, kalau bukan sendiri yang angkat tangan.

Masalah harta ternyata juga berpengaruh pada hal-hal seperti itu.Pada tahun 1994 saya ke Jerman. Dua tahun baru selesai kuliah, di sana saya bertemu dengan salah seorang ikhwah pengusaha yang punya beberapa supermarket di sana.

Dia datang menemui saya memakai Mercy. Saya protes kepada dia dengan semangat dakwah dan jihad, antum itu tega pakai Mercy, saudara-saudara antum di Palestina di sana masih berjuang, antum hidup di Jerman ini pakai Mercy bagaimana ceritanya. Dia bilang nanti saya jelaskan, antum ikut saya saja dulu. Saya diajak keliling supermarketnya dulu.

Orang itu memang kaya. Sudah keliling dia bilang, di Jerman ini kalau kau ingin ketemu seorang direktur, begitu kamu parkir mobil, nanti direktur itu suruh sekretarisnya tengok dia itu pakai mobil apa. Jika kau tidak pakai Mercy nanti sekretarisnya bilang direktur sedang tidak ada. Kalau kau pakai Mercy kau disambut baik-baik oleh mereka. Mercy ini wajib di sini.

Itu hal-hal yang dibangga-banggakan oleh manusia. Dan itu berkali-kali disebutkan dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu sebagai Muslim saya ingin didengarkan orang, apalagi kita sebagai da’i kita perlu punya wibawa di depan orang. Sebagian dari wibawa itu juga dibentuk oleh kondisi finansial kita.

Ulama-ulama kita juga meriwayatkan bahwa ternyata di antara hal-hal yang disenangi oleh wanita kepada laki-laki salah satunya adalah uangnya. Perempuan itu katanya menyenangi pada laki-laki kalau dia lebih pintar daripada si perempuan, kalau dia lebih kaya daripada perempuan, lebih kuat daripada perempuan. Dan kepemimpinan itu kan diberikan kepada laki-laki salah satu sebabnya karena kewajiban memberlkan nafkah itu. Kalau kita ingin berwibawa di depan istri tolong kewajibannya ditunaikan dengan sempurna. Itu akan menaikkan wibawa kita depan Istri.

Seorang istri itu tidak hanya membutuhkan seorang suami yang romantis tapi juga seorang suami yang romantis realistis. Ada seorang akhwat berkata kepada saya, saya sebenarnya tidak materialistis tapi masalahnya kita realistis karena kita tidak bisa hidup tanpa materi. Dan kalau materi kita sedikit maka hidup kita juga tidak akan nyaman. Sedikit banyak itu juga penting.

Kelima, harta itu salah satu sebab yang dapat membuat orang itu bisa bahagia di dunia. Jangan lagi pernah bilang “biar miskin asal bahagia.” Sekarang perlu kita balik, “biar kaya asal bahagia.”

Saya ingat guru saya waktu SD selalu mencari kamuflase bahwa walaupun kita miskin tetap bisa bahagia. Memang bisa, tapi susah. Adalagi yang bilang “Uang tidak bisa membeli cinta”. Memang tidak bisa, tapi kalau kita jatuh cinta dan punya uang itu lebih enak.

Rasulullah SAW realistis sekali ketika dia mengatakan bahwa di antara yang membuat orang itu bahagia adalah pertama, Istri yang sholehah. Kedua, rumah yang luas, dalam hadits lain disebutkan kamar-kamarnya banyak. Menurut Syeikh Qordlowy yang disebut kamar-kamar itu minimal enam kamar. Satu buah kamar untuk suami istri, sebuah kamar untuk anak laki-laki, sebuah kamar untuk anak perempuan, sebuah kamar untuk pembantu, dua buah kamar lainnya untuk kerabat suami dan istri yang datang menginap di rumah. Itu 6 kamar tidak termasuk dapur, ruang makan, ruang keluarga, ruang tamu, perpustakaan keluarga dan musholla.

Kelanjutan dari hadits itu, dan kendaraan yang nyaman. Antum perhatikan Rasulullah mengatakan rumah dan kendaraan. Rumah itu adalah indikator stabilitas, kendaraan itu adalah indikator mobilitas.

Rasulullah mengatakan kendaraan yang nyaman bukan sekadar kendaraan. Naik angkot itu juga kendaraan tapi belum tentu nyaman, tapi kalau ada sedan yang empuk sehingga kita bisa rehat, itu lebih bagus. Pulang mengisi Liqa’ kalau kendaraannya nyaman kan sedikit mengurangi kelelahan. Itu juga perlu garasi.

Jika suaminya pengurus DPW, istrinya pengurus DPW, maka masing-masing perlu kendaraan juga. Kalau anaknya 7 siapa yang antar anaknya sekolah, jadi minimal perlu 3 mobil.

Waktu saya tidak punya mobil, saya punya motor. Anak saya sekolah di Al-Hikmah, jadi kalau pulang diantar sama keponakan saya. Anak saya diikat, takut kalau tidur sewaktu-waktu bisa jatuh dari motor. Saya bilang “saya dosa kalau anak saya sampai meninggal”. Akhirnya saya menelepon teman saya, “Tolong sediakan mobil untuk saya.”

Itulah pertama kali saya punya mobil. Dosa kita, kasihan anak itu jatuh dari motor. Setengah mati kita pupuk-pupuk, kita lahirkan dengan baik, tapi mati karena kecelakaan begitu.

Kalau suaminya pengurus DPW dan istrinya aktif di Salimah atau di Pos Wanita Keadilan, kan perlu mobilitas juga. Masa suaminya pergi pakai mobil, sedangkan istrinya pergi rapat ke mana-mana sambil gendong anak. Dia sudah hamil 9 bulan, merawat anak, malam tidak tidur.

Kita zhalim juga terhadap istri kalau kita tidak memberikan hal-hal yang membuat dia nyaman dalam kehidupan. Untungnya waktu kita menikah dulu banyak akhwat kita yang tidak tahu hadits ini. Padahal dalam banyak pendapat di berbagai mazhab misalnya di madzhab Imam Syafi’i, apalagi Imam Malik, kewajiban wanita itu yang sebenarnya hanya melayani suami dan mendidik anak, sedangkan pekerjaan rumah tangga, mencuci dan seterusnya, itu tidak termasuk dalam kewajiban wanita.

Qiyadah-qiyadah akhwat mengikuti daurah tingkat nasionat kemarin di Jakarta. Coba bayangkan akhwat-akhwat kita sebagian besar sarjana. Waktu kuliah dia direkru kan salah satu alasannya karena dia anashirut taqyir dan otaknya brilian. Banyak akhwat kita Indeks Prestasinya 4,1. Begitu 10 tahun menikah, dia sudah tidak nyambung lagi dengan suaminya kalau bicara, karena dia mengalami stagnasi intelektual.

Tiba-tiba dia mengerjakan semua pekerjaan pembantu rumah tangga, dia melahirkan juga, melayani suami juga, memasak juga, mencuci juga dan kadang-kadang kita terbawa oleh romantika perjuangan. Rasanya heroik melihat istri mencuci, suami pulang dakwah dalam keadaan lelah, istri di rumah mencuci, mengepel lantai.

Sepuluh tahun kemudian kita di elus-elus oleh istri, kita pikir sedang dipijiti, padahal hanya di elus-elus karena tangannya dipakai untuk mencuci, jadi tangannya sudah bukan tangan ratu. Sementara suami pegang pulpen, pegang kertas karena sibuk mengisi halaqah, sedangkan pekerjaan yang kasar-kasar dikerjakan oleh istri.

Sudah saatnya pekerjaan-pekerjaan begitu kita delegasikan kepada mesin. Jangan buang waktu di dapur, di tempat mencuci, delegasikan kepada mesin. Kita ini orang-orang pilihan dari umat kita.

Berapa banyak orang yang sarjana di negeri ini? sedikit. Makanya kalau Capres syaratnya S-2 calonnya juga nanti sedikit. Saya tidak setuju kalau capres itu syaratnya S-1, tamat SD pun bisalah. Sebagian besar orang ikut.

Jadi, yang bisa merasakan pendidikan tinggi itu barang elit di negeri ini. Jadi, kalau akhwat kita yang sarjana itu setelah nikah disuruh jadi pembantu rumah tangga atas nama kesetiaan, ketaatan, cinta dan sejenisnya maka kita telah berbuat zalim terhadap SDM kita sendiri.

Mungkin akhwat kita itu sabar-sabar, dia menerima keadaan. Tetapi, walaupun dia menerima keadaan, kita kehilangan potensi. Kita kehilangan umur-umur terbaik. Sebenarnya kalau dipacu untuk dakwah, untuk kepentingan lebih besar, lebih strategis, faedah yang didapatkan pun akan jauh lebih besar.

Waktu kita ini tidak akan cukup mengerjakan hal-hal tersebut maka belilah waktu orang lain. Hitung-hitung, kalau beli tenaga pembantu kita buka lapangan kerja, kita bukan hanya mendelegasikan pekerjaaan kita juga buka pekerjaan bagi orang lain.

Kira-kira itulah 5 alasan mengapa kita itu perlu kaya. Memang, walaupun kita miskin kita masih bisa bahagia, tapi itu jauh lebih susah. Bahkan terkadang kekayaan itu lebih mendekatkan orang kepada Allah SWT dibanding kemiskinan.

Makanya Rasul mengatakan tentang minum susu, makan habbatussauda’, madu. Coba kalau antum, misalnya, tidur di atas kasur yang empuk dalam ruangan yang ber-AC, tidur 2 jam itu bisa sangat nyenyak. Apalagi minum susu hangat sebelum tidur. Bangun pagi minum madu campur habatussauda.

Saya kira kita perlu memperbaiki dan melihat kembali pemahaman keagamaan seperti ini secara benar. Sehingga kita jangan menganggap kemewahan itu justru melelahkan orang tapi bikin orang nyaman. Inilah 5 alasan mengapa kita harus kaya.

Sekarang saya ingin lebih jauh menembus kembali mengapa kita miskin selama ini. Sebabnya kita miskin adalah pertama, karena kita memiliki pemahaman agama yang salah. Salah satunya 5 alasan tadi tidak beredar di kalangan kita. Sekarang coba kita tonton acara TV, nonton acara-acara ceramah subuh di televisi. Kita akan lihat sebagian besar ceramah-ceramah televisi itu menyuruh orang-orang miskin itu semakin miskin atas nama kesabaran. Bahkan ada perang terhadap materialisme, karena itu kita harus zuhud sekarang.

Pemahaman tentang kezuhudan itu salah satu pemahaman yang paling banyak merusak kita. Karena kita tidak tahu bedanya orang zuhud dengan orang miskin. Imam Ghazali mengatakan orang zuhud itu adalah orang yang punya dunia lalu meninggalkannya dengan sadar. Orang miskin itu adalah orang yang ditinggal dunia.

Kalau ada orang miskin tidak dapat makan lalu puasa Senin-Kamis itu bukan orang zuhud. Itu orang miskin yang berusaha memaksimalisasi kondisi keterbatasannya agar tetap dapat pahala, daripada tidak makan dan tidak dapat pahala lebih bagus tidak makan dapat pahala. Orang zuhud itu orang pasca dunia kalau orang miskin itu orang pra dunia.

Kita lihat Rasulullah SAW itu sudah kaya raya sebelum menjadi Nabi. Kemiskinan Rasulullah yang kita baca di hadits-hadits itu adalah kemiskinan atas pilihan. Itu adalah pilihannya karena dia punya misi yang jauh lebih besar, yakni: yang begini itu dia tidak perlu lagi, sudah selesai.

Bahkan Rasulullah mengatakan semua nabi-nabi itu sebagian besarnya kaya. Tidak ada lagi nabi yang diutus setelah nabi Syu’aib melainkan pasti dia berasal dari keluarga kaya dari kaumnya.

Rasulullah itu mengenal uang waktu umurnya 8 tahun, dia mulai kerja dan mendapatkan gaji. Pekerjaan pertamanya menggembala kambing. Umur 12 tahun dia sudah pulang pergi luar negeri ikut dalam bisnis keluarga. Umur 15 sampai 19 tahun ikut dalam perang sehingga punya pengalaman mlliter.

Umur 20 tahun, rasul sudah jadi pengusaha investornya adalah Khadijah. Waktu umur 25 tahun dia nikah dengan investornya. Berapa maharnya? Seratus ekor unta. Berapa harga seekor unta sekarang? Jauh lebih mahal dari 1 ekor sapi. Kira-kira 10 juta 1 ekor unta. Jadi totalnya 1 milyar. Anak muda 25 tahun punya uang cash 1 milyar. Itu maharnya tapi yang disimpan itu masih ada.

Walaupun Rasulullah SAW setelah menjadi Nabi mengatakan sebaik-baik wanita adalah wanita yang cantik dan mahar yang murah, itu sebagai sistem tapi dalam tradisi jahiliyah itu status. Oleh karena itu, waktu pamannya yang bernama Abu Thalib menyampaikan khutbah nikahnya sebagai sambutan keluarga pada pernikahan Rasulullah SAW, beliau mengatakan sesungguhnya orang Quraisy tahu bahwa Muhammad salah saorang pemudanya yang terbaik, yang paling terhormat. Layaklah dia nikah dengan Khadijah karena maharnya tersebut. Pemuda berusia 25 tahun punya uang 1 milyar, sedangkan kita 25 tahun baru selesai perguruan tinggi dan karya terbesar kita adalah menulis lamaran kerja.

Ini pemahaman keagamaan yang beredar di kalangan kita yang membuat kita ini miskin. Itu sebabnya di zaman penjajahan dahulu, para penjajah itu dengan sengaja menghidupkan kelompok-kelompok sufi di tengah masyarakat. Paham sufiyah dihidupkan supaya orang-orang miskin itu tidak pernah bermimpi menjadi kaya dan merasa benar bahwa dia miskin.

Maka, langkah pertama menuju kekayaan adalah perbaiki dulu pemahaman keagamaan kita. Saya dulu sekolah di pesantren 6 tahun. Tempatnya dulu itu di hutan bahkan tidak ada mobil lewat di sana. Kalau kita ingin mendapatkan kendaraan umum, kita harus jalan 3 km terlebih dahulu.

Pada suatu hari ada badai datang dan menerbangkan seluruh atap gedung, masjid, dan seluruh benda yang ada di situ. Semuanya mudah diterbangkan karena bangunan yang ada adalah bangunan murah semuanya. Tiap hari, kita makan hanya nasi dan kecap selama 6 tahun.

Setiap kali kita makan, guru saya selain bilang ini nasi akan membuat kamu besar. Cuma butuh waktu. Karena itu fisik saya kecil. Karena pada masa pertumbuhan, kita tidak mendapatkan gizi yang baik dengan alasan latihan sabar, perjuangan.

Waktu itu saya bilang ini sekolah sengaja disimpan jauh dari kota karena kota itu neraka, disini kita hidup dengan cara yang benar. Waktu saya mau ke Jakarta untuk kuliah, saya minta guru saya istikharah buat saya, satu bulan kemudian saya datang dan dia menganjurkan saya untuk kuliah di Jakarta saja di LIPIA, karena LIPIA itu selingkar syurga yang di kelilingi oleh neraka.

Itulah pemahaman keagamaan yang kita warisi. Waktu saya kuliah di LIPIA, juga belajar syariah namun tetap tidak ada yang mengajarkan kita pemahaman keagamaan yang benar tentang kekayaan.

Kedua, karena kita tumbuh dalam lingkungan pendidikan yang tidak mengajarkan kita dasar-dasar yang benar untuk menegakkan kehidupan. Lihat kurikulum yang kita pelajari. Tidak satupun yang kita pelajari di sekolah itu benar-benar kita pakai dalam kehidupan yang real kita. Sekarang belajar bahasa Inggris sejak kelas 4 SD sampai perguruan tinggi. Tahun pertama itu 10 tahun, tetapi TOEFL kita tidak bagus-bagus. Padahal bahasa itu adalah sarana komunikasi yang seharusnya itu menjadi basic (dasar).

Begitu juga tentang uang, kita tidak pernah sama sekali belajar di sekolah tentang uang. Saya dulu belajar hitung dagang di sekolah tapi itu pelajaran yang paling kita tidak suka. Jadi lingkungan pendidikan kita juga seperti itu.

Setelah kita tarbiyah pun, hal-hal seperti ini juga belum diajarkan. Mungkin karena satu hikmah ataupun yang lainnya yang tidak kita ketahui. Tetapi kalau kita membaca literatur yang ditulis oieh Imam Hasan AI-Banna, sebenarnya perhatian ke arah ekonomi itu justru malah besar dari awalnya. Bahkan munculnya gagasan ekonomi Islam itu adalah anjuran dari beliau.

Salah satunya rintisan dari beliau untuk mulai memperbaiki kehidupan ekonomi ummat Islam. Oleh karena itu saya menganjurkan kepada ikhwah di kaderisasi untuk segera membuat materi tatsqif tentang uang, karena kita periu.

Ketiga, karena kita ini memiliki ciri-ciri orang miskin dalam kepribadian. Ciri orang miskin: pertama, orang miskin itu tidak pernah bermimpi jadi orang kaya. Kalau kita baca buku the millionaire mind (pemikiran milioner), di dalam buku tersebut disebutkan fakta bahwa di kalangan orang-orang miskin itu berkembang ide-ide yang membuat mereka itu miskin. Salah satunya karena memang mereka tidak punya mimpi jadi orang kaya.

Waktu sekolah saya pernah ikut kursus keterampilan membuat sepatu jadi saya bisa membuat sepatu. Karena kita mindsetnya disiapkan untuk menjadi buruh, kalau tidak bisa menjadi guru bahasa Arab akhirnya menjadi tukang sepatu. Kita lihat rintisannya. Jadi kita tidak pernah punya mimpi untuk menjadi kaya.

Contohnya, kalau kita lihat orang pakai mobil Mercy, tidak pernah terpikir oleh kita kalau kita juga ingin punya mobii Mercy. Yang terpikir oleh kita adalah tega-teganya orang ini pakai Mercy.

Pertama kali Ketua Majelis Syuro membangun rumah, banyak sekali ikhwah yang protes. Saya bilang kenapa kalian protes. Dia tidak pinjam uang antum. Saya datang ke rumahnya, Masya Allah rumahnya bagus. Ya Allah, berikanlah saya model rumah yang seperti ini. Kalau kita melihat mobil bagus, rumah bagus, hinggap sebentar di mobil itu, sapu baik-baik lalu berdoalah.

Ketika tinggal di rumah mertua, saya bisa tinggal di tempat yang luasnya beberapa ribu meter. Cuma saya bilang, saya tidak ingin didominasi oleh mertua. Jadi, setelah menikah saya bilang saya mau keluar dari rumah ini.

Kata mertua saya, “Kamu mau tinggal di mana?” Itu urusan saya, satu tahun saya sudah tinggal di sini. Saya keluar. Lalu saya kontrak rumah. Rumah saya itu mirip kandang ayam, triplek-triplek saja. Ada 3 petak rumah, kalau kita bersin di sini, akan terdengar oleh semua tetangga.

Lantainya sebagian itu berupa tanah dan saya pun tidak punya kasur. Saya punya kasur ketika anak ke-3 saya lahir. Istri saya kalau sudah hari Sabtu atau Minggu mengajak pulang. Saya tahu dia ingin balik ke sana. Tapi kita belajar menata hidup kita sendiri, tidak tergantung dari orang.

Setiap hari, saya lewat di depan sebuah rumah besar halamannya luas. Kalau saya lewat rumah itu saya berjalan pelan-pelan sambil menunggu bis dari Al-Manar. Saya melewati rumah itu yang terletak di pojok halaman yang luas dan ada banyak pohon-pohonan. Saya usap-usap itu temboknya.

Alhamdulillah rumah itu menjadi rumah saya. Apabila saudara antum punya mobil, antum jangan marah padanya. Jangan tanya uangnya dari mana. Jangan tanya seperti itu. Antum pegang mobilnya, usap-usap mobilnya.

Sekarang kalau saya mau ke DPP tiap hari lewat Menteng, lewati rumah yang bagus-bagus, di situ juga ada masjid yang besar yang bernama Sunda Kelapa. Saya suka berdoa juga di situ. Ya Allah, saya ingin tinggal di samping masjid ini, tapi bagaimana caranya atur ya Allah. Syurga saja kita pinta, apalagi hanya rumah.

Suatu waktu saya pernah naik private jet punya Abdul Rizal Bakrie. Waktu itu, jauh sebelum era partai karena saya suka ceramah di rumahnya. Kita pergi naik private jetnya. Enak juga naik private jet. Saya berdo’a juga di situ. Saya juga ingin yang seperti ini karena enak. Syurga saja kita pinta apalagi seperti ini.

Kemarin, seorang ustad ditanya oleh kader. Kadernya protes, “Ustadz Hilmi anggota dewannya sudah mulai pada borju semuanya”. Di jawab oleh Ustadz Hilmi, mereka tidak borju cuma menyesuaikan penampilan dengan lingkungan pergaulannya. Jadi kalau ikhwah pada kaya-kaya nanti kita juga bahagia.

Saya paling senang kalau ada ikhwah yang punya private jet, perlu di dorong itu. Jadi kita tidak pelu belanja tiket lagi kalau ingin ke Riau. Tidak terikat dengan jadwal penerbangan regular. Dan saya tanya harga private jet itu, setidak-tidaknya kita sudah tahu harga private jet itu.

Sewaktu-waktu saya naik mobil Land Cruiser punya teman saya, mobil saya Kijang, saya bilang mobilmu lebih enak dari mobil saya. Dia bilang kenapa. Saya bilang saya pikir mobil saya itu paling enak di muka bumi, ternyata mobil bapak lebih enak. “Memang mobil kamu apa?” Saya bilang Kijang. Dia bilang, “Oh itu mobil masa lalu saya.”

Ikhwah sekalian. Karakter orang miskin itu harus kita hilangkan. Itu sebabnya kita miskin. Karena tidak punya mimpi menjadi orang kaya.

Kedua, kita ini umumnya tidak ulet. Senang difasilitasi. Dan, ada karakter yang buruk di Melayu, pada umumnya senang diberi hadiah daripada memberi hadiah. Bahagia dan bangga kalau ditraktir makan daripada kalau mentraktir makan.

Kalau kita ingin menjelaskan orang Cina lebih kaya dibanding kita di negeri ini, karena dia lebih rajin bekerja. Saya pernah mengisi pelatihan di Telkom, saya suruh tulis mimpi-mimpi mereka semua. Saya kasih kertas besar, mereka menulis dan menggambar. Hampir semua mereka membuat gambar yang sama. Sebuah rumah di sampingnya ada sawah-sawah, di sampingnya ada masjid, kemudian ada pesawat terbang dan ada ka’bah.

Saya suruh menjelaskan. Dia bilang nanti saya berharap insya Allah sudah naik haji sebelum pensiun. Setelah pensiun nanti saya punya rumah di desa di sampingnya ada sawah-sawah, di sampingnya lagi ada masjid. Jadi dia ibadah kerjanya. Saya bilang bapak pensiun umur berapa. Dia bilang 55 tahun. Mau menghabiskan sisa umur di desa disamping masjid dan di samping sawah?.
Kalau bapak diberi umur 80 tahun oleh Allah SWT, berapa sisa umur bapak. 25 tahun akan bapak habiskan di samping sawah.

Begitu cara kita berfikir, kita menghindari tantangan. Saya pernah ceramah di direktur keuangan BULOG. Dia mau pensiun dini, dia tinggalnya di Patra Kuningan dekat rumahnya Pak Habibie. Saya diminta mengisi ceramah di rumahnya tentang manajemen harta untuk para lansia. Yang hadir itu angkatan 63 UGM dari Fakultas Ekonomi semuanya.

Saya bilang bapak setelah pensiun nanti mau tinggal di mana. Dia bilang mau balik ke kampung halamannya di Solo. Saya tanya Solonya di mana. Dia bilang agak ke pinggir sedikit. Nah kita lihat, sudah pulang kampung ke Solo masih ke pinggir sedikit. Dia sudah punya rumah di sana. Di sampingnya ada sawah-sawah, ada masjid, persis seperti gambar orang Telkom itu.

Saya bilang kenapa tidak tinggal di Jakarta. Dia bilang siapa yang bisa tahan tinggal di Jakarta setelah pensiun. Biaya mahal, anak saya sedang pada kuliah semuanya saya tidak kuat nanggung.

Coba kita lihat waktu pendapatan kita berkurang, yang kita lakukan itu adalah mereduksi dan mengurangi kegiatan kita supaya kita menyesuaikan diri dengan pendapatan. Seharusnya ketika pendapatan kita berkurang, bukan kegiatan yang kita reduksi tapi yang kita lakukan adalah tetap memperbanyak kegiatan dan menambah pendapatan.

Jadi saya bayangkan, kalau bapak dikasih umur 80 tahun, bapak akan tinggal di kampung itu selama 25 tahun. Sekarang saya coba menghayal-menghayal, kira-kira jadwal hariannya seperti apa.

Jam 3 insya Allah dia akan bangun qiyamul lail. Sampai subuh dia sudah tidak tidur, karena orang kalau sudah di atas 40 tahun kebutuhan tidurnya sebetulnya cuma 2 jam, setelah subuh mungkin dia nanti wirid. Setelah itu pagi, mungkin aktivitas jalan pagi dan lainnya selesai jam 7.

Setelah itu dia mandi lalu sarapan dia baca koran. Katakanlah selesai jam 9 setelah itu dia sholat dhuha. Setelah itu tanda tanya karena tidak ada kegiatan yang dia lakukan. Lalu masuk zhuhur sebelumnya dia punya waktu 3 jam. Setelah itu dia makan siang setelah itu dia tidur siang, bangun ketika ashar. Ashar sampai maghrib yang dia lakukan duduk-duduk di teras minum kopi sambil memandang sawah.

Sebelum maghrib dia mandi. Setelah maghrib dia makan malam. Sampai isya’ mungkin dia mengaji. Setelah sholat isya’, melihat televisi sebentar setelah itu dia tidur lagi.

Kita lihat tidak ada waktunya yang produktif. Orang ini 25 tahun menunggu kematian. Kematian itu tidak perlu ditunggu nanti dia akan datang sendiri kenapa kita tunggu-tunggu dia.

Kita lihat cara kita merencanakan hidup. Seharusnya di usia seperti itulah kita bekerja makin giat karena jadwal kita makin dekat. Kematian kita makin dekat bukan makin berserah. Begitulah pikiran yang ada pada orang-orang miskin dan karakter yang ada pada orang-orang miskin.

Orang-orang ini tidak ulet, menghindari tantangan, tidak ingin kerja keras. Karena itu rata-rata jadwal kerja orang miskin itu di bawah 8 jam. Sementara jadwal kerja orang kaya itu di atas 15 jam. Wajar kalau mereka jadi kaya karena jam kerja mereka juga banyak.

Keempat, 3 sebab yang pertama inilah yang menyebabkan mengapa kemiskinan struktural yang direncanakan oleh musuh Islam itu bisa berhasil karena memang kita bisa dimiskinkan. Ada pemahaman agama yang salah, ada pendidikan yang salah, ada karakter orang miskin, kemudian ada usaha sistematis untuk memiskinkan kita. Jadilah kita umat yang miskin.

Kita tinggal di atas semua sumber daya alam yang begitu kaya sementara kita hidup sebagai orang miskin. Tidak ada alasan bagi kita untuk hidup sebagai orang miskin. Kita lihat di seluruh dunia sekarang ini semua sumber daya alam yang terbaik itu ada di dunia Islam.

Minyak misalnya ada di dunia Islam, sekarang Cina, kita lihat disana ada 130-an juta orang Islam yang berbatasan dengannya. Di wilayah yang di kuasai oleh umat Islam itu terdapat riset minyak terbesar di Cina. Jadi semua sumber daya energi itu, ada di kalangan umat Islam.

Itu sebabnya salah seorang pemikir Jerman mengungkapkan alasan bahwa Islam itu menjadi musuh Barat, sebabnya karena pertama, umat Islam itu mempunyai aqidah dan aqidah ini tidak bisa dirusak oleh penjajahan model apapun juga.

Kedua, populasinya terus bertambah sedangkan orang Barat populasinya terus berkurang. Ketiga, karena mereka (kaum Muslim) memiliki semua sumber daya yang memungkinkan mereka mendirikan peradaban.

Kita diberi laut di Indonesia ini tapi tidak ada yang mengelolanya. Otak kita tidak dialihkan ke sana. Kita hidup di tengah kekayaan tetapi mati sebagai orang miskin. Ada usaha untuk memiskinkan kita.

Kenapa usaha itu berhasil? Karena ada faktor-faktor di dalam diri kita sendiri yang membuat itu berhasil dan inilah sebabnya mengapa perimbangan kekuatan dalam kehidupan kita sekarang ini menjadi tidak imbang. Karena kita bahkan tidak mau kaya.

Kita bayangkan orang seperti Bill Gate punya kekayaan lebih dari 500 Trilyun. Itu hampir sama dengan 1 tahun APBN Indonesia. Orang seperti George Soros itu bisa memiskinkan 200 juta penduduk Indonesia. Bagaimana itu bisa. Kalau kita baca George Soros itu, ‘infaqnya’ pekerjaan charitynya sudah lebih dari 5 milyar dollar.

Kalau masalah ini sedikit kita kembangkan menjadi semacam wawasan politik ekonomi yang lebih luas, maka kita perlu memahami bahwa ada tiga panggung terkait dengan ini. Panggung negara, panggung civil society, dan panggung pasar. Dari 3 panggung ini, pasarlah yang mempunyai mekanisme bekerja paling efektif apabila dibandingkan mekanisme negara maupun mekanisme civil society.

Itu sebabnya dari sekarang negara itu mengalami reduksi pada otoritas-otoritasnya disebabkan oleh tekanan pasar. Kini kita bisa dimiskinkan hanya dengan menekan tombol-tombol elektronik. Masukkan modal melalui komputer tarik lagi modalnya melalui komputer dan kita semua miskin.

PKS di masa yang akan datang tidak bisa mengendalikan kehidupan ini semuanya kalau hanya berkuasa di negara tetapi tidak menguasai pasar. Tidak mungkin.

Sekarang ini kita akan menemukan secara individu, banyak individu yang lebih kaya daripada negara. Oleh karena itu, gabungan dari beberapa individu justru dapat dengan mudah mengintervensi negara dan memiskinkan negara.

Kalau kita hanya masuk ke dewan, padahal dewan itu hanyalah bagian kecil dalam panggung negara, masih ada eksekutif masih ada yudikatif. Kita hanya punya sedikit di dewan itu, dan di dewan itu masih sedikit pula. Kita lihat daerah kekuasaan kita, dakwah ini ke depan hanya bisa menekan, menguasai, mengendalikan situasi kalau kita punya orang yang terdistribusi secara merata, memimpin negara, memimpin civil society, dan memimpin pasar. Baru kita akan digjaya sebagai sebuah gerakan dakwah.

Ketiga, bagaimana kita memulai membangun kehidupan finansial kita. Pertama, perbaiki ide kita tentang uang. Ide itu adalah wilayah kemungkinan, “space of possibility”. Semua yang menjadi mungkin dalam ide kita pasti akan menjadi mungkin dalam realita.

Ide itu adalah tempat penciptaan pertama sedangkan realitas itu adalah tempat penciptaan kedua. Jadi tidak ada realitas yang terjadi dalam kehidupan kita tanpa sebelumnya tercipta pertama kali dalam ide-ide kita.

Sebelum pesawat terbang itu diciptakan yang pertama kali dahulu adalah ada ide bagaimana manusia dapat terbang seperti burung. Jadi begitu sesuatu jadi mungkin dalam ide kita, ia bisa menjadi mungkin dalam kenyataan.

Sekarang perbaikilah ide-ide kita tentang uang. Belajarlah untuk mempunyai mimpi besar tentang uang. Belajarlah untuk membuat daftar rencana, insya Allah ketika saya meninggal nanti saya ingin mewariskan sekian banyak uang.

Buatlah step ide ini luas. Karena kalau space of possiblity kita ini luas, space of reality kita jadi luas. Kalau kita lihat mobil, belajarlah mempunyai selera yang bagus. Supaya ide-ide ini tumbuh dengan baik kita perlu dari sekarang membaca sebuah buku tentang uang.

Bacalah buku-buku tentang uang. Saya sangat menganjurkan beberapa buku di antaranya The Millionaire Mind. Ada dua buku yang ditulis oleh penulis yang sama karena ini adalah risetnya. Selanjutnya The Millionaire Dead. Ini adalah penelitian yang dilakukan terhadap cara berfikir orang-orang kaya yang ada di Amerika. Kemudian buku One Minute Millionaire (Bagaimana menjadi milliuner dalam 1 menit). Dan ini juga punya website, kita bisa masuk ke websitenya. Mereka punya psikotest kalau kita ingin mengetahui apakah kita punya talenta jadi orang kaya atau tidak. Alamat websitenya www.oneminutemillionaire.com.

Buku yang ketiga adalah semua buku Robert T Kiyosaki. Yang ke-4 ini, buku lama tapi termasuk buku-buku awal yang dibaca orang tentang uang yaitu buku yang ditulis oleh Napoleon Hill, Think and Grow Rich (Berfikir dan Menjadi Kaya). Buku terakhir ini adalah buku yang sangat lama karena diterbitkan pada tahun 80- an dan ditulis tahun 70-an, tapi menurut saya rasa masih sangat relevan untuk dibaca. Ini buku-buku dasar semuanya bagi pemula.

Dan saya rasa penting juga untuk mendapatkan landasan syar’i yang bagus tentang hal ini apabila kita baca juga buku yang ditulis oleh Syeikh Yusuf Qordlowi tentang nilai-nilai moral dalam ekonomi Islam.

Perbaiki dahulu ide kita tentang uang, perbaiki tsaqafah tentang uang dan mulailah mempunyai mimpi besar untuk menjadi orang kaya supaya kita-insya Allah-naik derajatnya dari amil zakat menjadi muzakki. Supaya kita datang kepada orang jangan lagi bawa proposal tapi lain kali orang datang bawa proposal. Itu yang benar.

Sering-seringlah datang ke tempat-tempat mewah. Jalan-jalan saja untuk memperbaiki selera.Saya punya 1 halaqah yang terdiri dan anak-anak LIPIA. Mereka datangnya dari kampung dari pesantren semuanya. Saya tahu mereka ini membawa background: di backmindnya itu ada psikologi orang kampung yang tidak pernah bermimpi menjadi orang kaya.

Saya tanya, “kamu nanti setelah selesai dari LIPIA mau kemana?” Mereka bilang “insya Allah kita mau pulang ke kampung mengajar di Ma’had. Mengajar Bahasa Arab”

Suatu hari saya ajak mereka, hari ini tidak ada liqa’, tapi saya tunggu kalian di Hotel Mulia. Saya ada di suatu tempat dan mereka tidak melihat saya. Saya suruh mereka berdiri saja di lobby. Mereka datang pakai ransel karena mahasiswa datang pakai ransel. Diperiksa lama oleh security. Karena penampilannya sebagai orang miskin dicurigai membawa bom.

Saya lihat dari atas. Itu masalah strata. Kalau antum datang pakai jas dan dasi tidak ada yang periksa antum di situ. Karena yang datang pakai ransel tampang kumuh. Kemudian mereka bertanya di mana antum ustadz, saya bilang antum tunggu saja di situ.

Saya dekat dengan mereka tapi mereka tidak melihat, saya hanya memperhatikan apa yang mereka lakukan. Kira-kira 2 jam mereka saya suruh di situ, mondar-mandir di lobby. Minggu depan saya tanya apa yang antum lihat di sana. “Orang lalu-lalang,” jawab mereka.

Saya tanya, pertama, “apakah ada satu orang yang lalu-lalang yang antum lihat yang mukanya jelek?” Dia bilang tidak ada. Semuanya ganteng-ganteng semuanya cantik-cantik. Jadi ada korelasi antara wajah dan kekayaan.

Makin kaya seseorang makin baik wajahnya. Kedua, ada tidak yang memakai pakaian yang tidak rapi kecuali antum. Dia bilang tidak ada, semuanya rapi. Jadi dengan latihan seperti ini pikirannya sedikit mulai terbuka. Karena, ia membawa bibit dalam pikirannya untuk menjadi orang miskin. Sekarang, alhamdulillah, mereka bertiga sekarang ini sedang kuliah di UI ambil S2 Ekonomi Islam.

Ikhwah sekalian. Jadi, kita perbaiki insting kita. Pertama kali kita perbaiki tsaqafah kita. Jadi, hadirkan buku-buku itu ke dalam rumah dan mulai dari sekarang anak-anak kita juga mulai diajari tentang uang. Ikutilah kursus-kursus tentang enterpreneurship supaya kita dapat memperbaiki dulu citra kita tentang uang.

Kedua, menyiapkan diri untuk menjadi kaya. Orang-orang kaya yang bijak itu mempunyai nasehat yang bagus, mereka mengatakan “sebelum Anda menjadi kaya latihanlah terlebih dahulu menjadi kaya”.

Hiduplah dengan hidup gaya orang kaya. Orang kaya itu optimis. Bagi orang kaya, biasanya tidak ada yang susah. Bagi mereka semuanya mungkin, karena itu mereka selalu optimis. Jadi yang harus dihilangkan dari kita itu adalah pesimis.

Saya punya seorang teman sekarang menjadi kaya. Dia datang ke Jakarta hanya sebagai pelatih karate dan tidak ada duitnya, tapi supaya tidak ketahuan oleh istrinya bahwa dia tidak punya pekerjaan, setiap habis sholat subuh dia pergi lari olahraga, setelah itu dia memakai pakaian rapi lalu keluar rumah. Dia juga tidak tahu mau ke mana, yang penting ke luar rumah. Istrinya tidak tahu kalau dia tidak punya pekerjaan. Nanti, di jalan baru ditentukan siapa yang dia temui hari ini.

Langkah pertama perbaiki dahulu sirkulasi darah kita, olahraga dulu, supaya wajah segar makan yang banyak. Banyaklah makan yang enak, daging. Sering-sering makan yang enak. Menurut Utsman bin Affan makanan paling enak itu adalah kambing muda. Setiap hari mereka makan kambing muda.

Makan yang enak dan olah raga yang bagus supaya wajah kita berseri. Syeikh Muhammad Al-Ghozali dalam kitab Jaddid Hayataka mengatakan kenapa orang-orang Barat itu pipinya merah, karena sirkulasi darahnya bagus, gizinya bagus. Sedangkan kita orang-orang timur kalau ketemu itu auranya pesimis, tidak ada harapan.

Biasakanlah kalau orang ketemu kita ada harapan yang terlihat. Makanya kalau pilih warna baju, pilihlah yang cerah-cerah. Ibnu Taimiyah mengatakan ada hubungan antara madzhab dan batin kita, pakaian apa yang kita pakai itu mempengaruhi kondisi kejiwaan kita. Jangan pakai pakaian orang tua. Ada anak umur 25 tahun pakaiannya pakaian orang tua. Bagaimana nanti kalau umurnya 50 tahun, pakaiannya seperti apa.

Tampillah sebagai anak muda. Cukur rambut yang bagus, cukur kumis yang rapi janggut dirapikan. Rapi, supaya kita kelihatan ada optimisms. Belajarlah sedikit latihan menatap supaya sorotan mata kita kuat, perlu sedikit latihan menatap. Misalnya di pagi hari atau sore hari menjelang matahari terbenam, antum tatap matahari dan tidak berkedip matanya. Kalau bisa antum bertahan 1 menit itu bagus. Latihan saja sendiri. Di dalam kamar ambil lilin, matikan lampu, antum tatap itu lilin dan matanya tidak berkedip dan tidak berair. Nanti kaiau sudah terbiasa pandangan matanya kuat.

Jadi, kalau olahraga teratur, sirkulasi udara bagus, pikiran jadi segar, tsaqafah kita bertambah mulai memakai pakaian yang cerah-cerah. Makanya Rasulullah itu senangnya memakai baju putih. Jangan pakai yang gelap-gelap atau warna yang tidak menunjukan semangat hidup. Jangan juga berpenampilan seperti orang tua.

Sekadar untuk menunjukkan kita ini kelompok orang-orang shaleh kita pakai baju taqwa. Itu pakaian orang Cina. Pakailah baju yang segar agar dapat menunjukkan bahwa kita ada semangat.

Walaupun Anda sudah berumur pun tetap pakai pakaian yang muda, jangan berpenampilan tua. Artinya kita harus merendahkan diri sebab uban tanpa diundang dia akan datang. Tapi, tidak perlu menua-nuakan diri dengan sekadar tampil kelihatan dewasa, tua, bijak. Tampillah sebagai anak muda yang gesit dan optimis.

Ketiga, bergaullah dengan orang-orang kaya, perbanyak teman-teman antum dan kalangan tersebut. Ini tidak bertentangan dengan hadits yang mengatakan dalam bab rezeki lihatlah kepada yang dibawah dan jangan lihat kepada yang di atas. Antum tidak sedang tamak ke hartanya, tetapi antum sedang belajar kepada mereka.

Dahulu saya suka ceramah di kalangan orang-orang kaya. Waktu saya ceramah di rumahnya Abu Rizal Bakrie yang saat itu sedang berduit-duitnya, saya duduk dalam satu karpet. Ketika krismon pada waktu itu, sekretarisnya bilang pada waktu itu, “tahu tidak berapa harga karpet ini?”. Saya bilang tidak tahu, saya pikir sejadah biasa. Dia bilang karpet ini harganya 100 ribu dollar. Karpet kecil harganya 1,6 M.

Waktu saya selesai ceramah dikasih amplop, amplopnya tipis. Saya bilang sama sekretarisnya. Ini amplop kembalikan kepada dia. Bilang sama beliau saya cuma ingin berkawan dengan dia. Dia belajar agama sama saya, saya belajar dunia sama dia. Kalau saya terima ini, nanti saya dianggap ustadz dan dia tidak dengar kata-kata saya. Saya mau bersahabat dengan dia. Jangan kasih saya amplop lain kali. Supaya kita bergaul. Setiap kali saya datang ke kelompok yang pengusaha kaya itu saya selalu menolak. Saya tidak terima ini saya ingin bergaul dengan bapak, saya ingin jadi teman.

Alhamdulillah dari situ saya banyak teman dari kelompok orang-orang kaya. Dan kalau datang kita belajar, saya bertanya sama mereka kenapa begini, bagaimana caranya, bertanya kita belajar. Memang di jurusan saya, dia belajar dari saya. Kalau ada yang perlu didoakan panggil saya, bisa. Tapi kan saya tidak punya ilmu bikin duit sebelumnya, saya perlu belajar dari orang yang ahli. Jadi dalam bab itu saya murid, dalam bab saya dia murid.

Jangan karena kita sering ceramah terus semua orang kita anggap murid dalam segala aspek. Saya bergaul dengan orang-orang kaya dan saya belajar dengan mereka. Saya belajar bagaimana caranya bikin duit. Bagaimana caranya bikin perusahaan sama-sama dan saya tidak malu. Bergaul dengan mereka itu dari sekarang. Jangan tamak pada hartanya tetapi ambil ilmunya. Jangan minder bergaul dengan orang kaya seperti itu.

Awal lahirnya reformasi, setelah kalah dalam pemilu 1999, kita Poros Tengah kumpul di rumahnya Fuad Bawazir. Semua orang diam, ada Amin Rais, Yusril, semuanya diam karena main. Karenanya kita semuanya kalah, tadinya sombong semua. Pak Amin Rais mengatakan sebelum pemilu, “Nanti Golkar kita lipat-lipat, kita tekuk-tekuk, kita kuburkan di masa lalu.” Tidak tahunya Golkar masih di nomor 2. Partainya Pak Amin rendah perolehan suaranya. Suara umat Islam rendah. Jadi, berkumpulah orang-orang kalah ini selama 2 hari.

Waktu itu Pak Amin sedang dikejar-kejar terus oleh Dubes Amerika untuk membuat pernyataan bahwa pemenang pemilu legislatif yang paling layak jadi Presiden tapi Pak Amin menghindar. Jadi saya datang ke rumah Pak Fuad Bawazier, saya bilang Pak Fuad, saya ini bukang orang politik, saya ini ustadz. Yang saya pelajari dalam syariat kita ini kalau kita sedang kalah seperti ini jalan keluarnya adalah i’tikaf. Kita belajar banyak istighfar, tilawah dan seterusnya. Jauhi dulu wartawan, mungkin dosa-dosa kita banyak sehingga kita kalah.

Dia bilang bener juga ya. “Cuma kalau kita i’tikaf di Indonesia tetap saja diketahui wartawan. Kalau begitu kita umrah, Antum ikut ya dari PKS umrah”. 4 orang dari PAN, dari PKS sekitar 3 orang. 4 orang ini naik bisnis first class, sedang kita dikasih ekonomi. Yang beli tiket dia soalnya.

Mau diprotes bagaimana. Kita cuma dihargai begini. Terima apa adanya dahulu. Tapi waktu itu kita dengan lugu datang menghadap Pak Fuad. Saya bilang Pak Fuad berapa harga tiket First Class. Dia bilang pokoknya 2 kali lipat dari harga ekonomi. Jadi kalau tiket ekonomi pada waktu itu 1000 dollar harga first class itu sekitar 2000 dollar. Kenapa kita tidak sama-sama di kelas ekonomi saja dan selisihnya kita infaqkan untuk orang miskin. Ini kan masyarakat kita lagi susah. Dia ketawa dia bilang “ya akhi, nanti ini ana infaq lagi. Insya Allah untuk orang faqir, tapi ana tolong dong di first class. Tidak mungkin ana turun di kelas bawah.”

Kita tidak tahu apa nilai yang berkembang pada orang kaya. Kenyamanan itu adalah nilai pada mereka. Mereka menghemat energi, tenaga. Dan, angka besar pada kita itu angka kecil bagi mereka. Uang 1 milyar 2 milyar itu uang jajan.

Kalau kita, belum tentu punya tabungan sampai mati sejumlah itu. Itu masalah cita rasa. Cita rasa pada orang kaya itu berbeda. Ini yang kita pelajari, yang dianggap besar oleh mereka itu adalah ini.

Dengan begitu kita menjiplak sedikit emosinya. Karena dalam pergaulan itu, kalau kita bergaul dengan seseorang itu, kalau bukan api dia parfum. Kalau dia parfum dia menyebarkan wangi, kalau dia api menyebarkan panas. Orang jahat itu api. Kalau antum dekat-dekat akan menyebarkan panas. Orang baik itu parfum. Kalau antum dekat-dekat, setidak-tidaknya bau badan kita tertutupi oleh parfum tersebut. Jadi, ikut-ikut karena kita ingin perbaiki selera.

Jadi, antum kalau punya waktu-waktu kosong jalang-jalanlah ke mall. Lihat-lihat orang kaya, tidak usah belanja, liha-lihat saja dulu, memperbaiki selera. Datang ke showroom mobil, datang ke pameran mobil. Lihat-lihat, pegang-pegang. Rajinlah berdo’a.

Bergaullah dengan orang kaya. Selain itu, rajinlah berinfaq walaupun kita miskin. Gunanya apa? Supaya antum tetap mengganggap uang itu kecil dan supaya tidak ada angka besar dalam fikiran kita. Misalnya kita punya tabungan 10 juta, infaqkan. Supaya antum meneguhkan, mesti ada yang lebih besar dari ini. Jadi angka itu terus bertambah di kepala kita, walaupun dalam kenyataannya belum. Tetapi dengan berinfaq seperti itu, kita memperbaiki cita rasa kita tentang angka.

Bukan sekadar dapat pahala tetapi efek tarbawinya bagi kita akan bertambah terus. Kita belum pernah merasakan bagaimana menginfaqkan mobil sekali waktu kita berusaha untuk menginfaqkan mobil. Begitu antum punya uang sedikit, terus berinfaq. Terus seperti itu kita latih sambil menjaga jarak. Kita membuat sirkulasi jadi bagus.

Kelima adalah mulailah melakukan bisnis real. Terjun ke dalam bisnis secara langsung. Karena Rasulullah SAW mengatakan 9 per 10 rezeki itu ada dalam perdagangan. Saya juga ingin menasehati ikhwah-ikhwah yang sudah jadi anggota DPR dan DPRD, jangan mengandalkan mata pencaharian dari gaji DPR dan DPRD. Itu bahaya. Sebab belum tentu kader-kader di Riau ini nanti masih menginginkan Pak Khairul untuk periode selanjutnya.

Belum tentu juga jama’ah menunjuk kita lagi sebagai anggota dewan padahal gaya hidup sudah berubah. Anak-anak kita kalau kenalan dengan orang, bapak saya anggota dewan padahal itu hanya sirkulasi. Jadi setiap kali kita mendapatkan pendapatan dari gaji karena pekerjaan seperti ini, kita-harus hati-hati itu bahaya.

Jadi pendapatan paling bagus itu tetap dari bisnis. Oleh karena itu, mulai sekarang itu belajarlah terjun ke dunia bisnis. Jatuh bangun waktu bisnis tidak ada masalah, terus saja belajar. Tidak ada juga orang langsung jadi kaya. Yang antum perlu terus berbisnis. Begitu juga dengan para ustadz, teruslah bisnis. Begitu juga dengan seluruh pengurus DPW-DPD dan seterusnya. Teruslah berbisnis. Lakukan bisnis sendiri.

Sesibuk-sibuknya kita, kita perlu mempunyai bisnis sendiri sekecil-kecilnya. Tidak boleh tidak. Itulah sumber rezeki yang sebenarnya. Kalau antum mau kaya sumbernya adalah dagang. Rezeki itu datangnya dari 20 pintu, 19 pintu datangnya dari pedagang dan hanya 1 pintu untuk yang bekerja dengan keterampilan tangannya, yaitu para professional. Misalnya akuntan itu kan professional, pekerja pintar, tapi kalau sumber rezekinya satu makanya uangnya terbatas. DPR juga begitu sumbernya satu, yakni gaji bulanan, itu hanya 5 tahun. Itu pun kalau tidak di PAW sebelumnya.

Jadi kalau saya ketemu dengan ikhwah dari dewan, hari-hati jangan sampai mengandalkan mata pencaharian dari situ. Selain itu potongan dari DPP, DPW, DPD juga besar. Untuk ma’isyah sendiri kita harus cari di sumber lain.

Waktu kita terjun ke bisnis, kita pasti gagal. Gagal pertama, gagal kedua, gagal ketiga, gagal keempat tapi teruslah jangan pernah putus asa. Saya punya partner bisnis. Dia mulai bisnis umur 16 tahun, semua jenis pekerjaan sudah dia lakukan. Pada suatu waktu dia mempunyai 38 perusahaan tapi dari 38 perusahaan ini hanya 6 yang menghasilkan uang.

Kita lihat berapa ruginya. Jadi seringkali kita salah pandang terhadap orang kaya. Kita pikir tangannya tangan dingin semua yang disentuh jadi uang. Ternyata tidak juga. Jadi hal-hal seperti itu harus kita hadapi secara wajar jangan shock kalau rugi.

Jangan berfikir dengan berdagang antum akan cepat jadi kaya. Yang menentukan antum cepat berhasil dalam dagang itu adalah secepat apa antum belajar. Cara belajar itu ada dua: baca buku atau sekolah atau bergaul dengan orang-orang sukses. Nanti, kalau sudah baca buku sudah bergaul dengan orang sukses, masih gagal juga. Teruslah berdagang. Teruslah bergaul. Teruslah seperti itu karena setiap orang tidak tahu kapan saatnya dia ketemu dengan momentum lompatannya.


Selengkapnya...

Thursday, March 4, 2010

Kekuatan Finansial (Quwwatul Maal), Bagian ke-6

Thursday, March 4, 2010 0


Profil Hartawan Muslim Generasi Islam Pertama
dakwatuna.com – Generasi Islam pertama yang dibina Rasulullah SAW adalah sebaik-baik generasi Islam yang seluruh kehidupannya merupakan teladan kaum muslimin sepanjang masa. Mereka adalah generasi yang diturunkan Allah kepada umat manusia, hidup di bawah bimbingan wahyu Allah dan pendidikan Rasulullah sehingga mereka dijuluki sebagai umat terbaik yang diturunkan Allah ke muka bumi. Mereka adalah generasi-generasi agung, yang keagungannya menjadi mercusuar sepanjang zaman.

Demikian pula, mereka adalah pejuang-pejuang agung yang rela mengorbankan jiwa raga dan hartanya untuk menegakkan keadilan dan kedamaian di muka bumi. Mereka adalah sebaik-baik teladan dalam perjuangan di jalan Allah. Karenanya, tidaklah sempurna pembahasan mengenai jihad dengan harta jika perjuangan mereka dalam mengorbankan hartanya di jalan Allah tidak dikemukakan. Pada bagian ini akan dikemukakan profil para pejuang di jalan Allah yang telah mengeluarkan hartanya untuk perjuangan Islam.

1. Khadijah RA., Ummahatul Mu’minin Pertama

Dalam tarikhnya, Ibnu Atsir menulis, “Siti Khadijah adalah seorang niagawati yang mempunyai kedudukan terhormat dan memiliki harta kekayaan besar. Dalam mengelola perniagaannya, ia mempekerjakan kaum pria untuk menjualkan barang-barang dagangannya dengan menerima sebagian dari keuntungan yang didapatnya. (”3) (Lihat Muhammad al-Ghazali, Fiqhus Sunnah, hlm. 132)

Niagawati kaya raya ini lalu menikah dengan seorang pemuda calon pemimpin besar umat manusia, Muhammad al-amin. Allah telah memilih pendamping yang sangat tepat bagi misi-misi besar yang diembannya kelak, seorang wanita terhormat, kaya raya, cerdas, tegas, bijaksana, dan rela mengorbankan hartanya untuk mendukung perjuangan suaminya tercinta. Khadijah RA adalah profil hartawan muslimah agung yang pengorbanannya sangat sulit dilukiskan dengan kata-kata.

Ketika suami tercintanya menjauhi dunia untuk ber-tahannuts, mencari kebenaran hakiki di kesunyian Gua Hira, dengan penuh pengorbanan, disiapkannya seluruh kemampuan yang dimilikinya. Seluruh harta benda miliknya dikorbankan kepada perjuangan suci suaminya untuk membebaskan umat manusia dari kesesatan dan kejahiliyahan. la tidak pernah mengeluh dan menghitung-hitung berapa besar yang dikeluarkannya untuk perjuangan suaminya ketika wahyu telah turun.

Khadijah RA, bangsawan kaya raya yang telah mengorbankan seluruh miliknya untuk perjuangan menegakkan risalah Islam yang diemban suaminya tercinta, Muhammad Rasulullah. Dengan pengorbanannya, ia rela hidup menderita, senantiasa kekurangan, meninggalkan kemewahan duniawi, menjadi miskin demi menegakkan keyakinannya; sampai ia wafat di tengah-tengah kemiskinan dan kekurangan suami dan para pengikut setianya. Sesungguhnya, pantaslah Rasulullah mencintai orang yang telah mengorbankan segala-galanya untuk kejayaan Islam seperti Khadijah, istrinya tercinta.

Tiada kata-kata yang lebih indah untuk melukiskan pengorbanan sucinya kecuali kata-kata sang kekasihnya, Muhammad Rasulullah, orang yang langsung merasakannya, “Demi Allah, tiada ganti yang lebih baik darinya, yang beriman kepadaku di saat semua orang ingkar, yang membenarkanku ketika semua mendustakanku, yang mengorbankan hartanya di saat semua berusaha menahannya, dan… darinyalah aku mendapatkan keturunan….”

Berbahagialah Khadijah RA., seorang hartawan muslimah yang telah hidup bersama Islam dan menghidupkan Islam dengan apa yang dimilikinya dan rela meninggal di tengah-tengah keislamannya dalam mendukung perjuangan suci suaminya. Pantaslah ia mendapatkan kedudukan terhormat di mata Rasul-Nya dengan pengorbanan yang telah diberikannya sehingga menimbulkan kecemburuan istri-istrinya yang lain, walaupun Khadijah telah wafat.

2. Abu Bakar ash-Shiddiq dan Umar ibnul-Khaththab

Abu Bakar ash-Shiddiq adalah salah seorang bangsawan dan hartawan Quraisy yang mengikuti Rasulullah di awal dakwah Islam. Dengan kekayaan yang dimilikinya, Abu Bakar telah banyak berbuat untuk menjayakan perjuangan Islam, membantu saudara-saudara seimannya yang lemah, membebaskan mereka dari perbudakan dan kesulitan-kesulitan ekonomi lainnya. Kedermawanan Abu Bakar tidak dapat ditandingi oleh para sahabat lainnya karena ia telah mengorbankan seluruh harta bendanya untuk perjuangan Islam. Dalam sebuah riwayat disebutkan sebagai berikut.

Umar ibnul-Khaththab RA., berkata, “Rasulullah menyuruh kami supaya bersedekah. Kebetulan ketika itu, aku mempunyai harta. maka kataku dalam hati, ‘Sekarang, aku dapat mengungguli Abu Bakar sekalipun aku tidak pernah mengunggulinya.’ Aku pun datang membawa separo hartaku. Rasulullah bertanya, ‘Berapa engkau tinggalkan untuk keluargamu?’ ‘Sebanyak itu pula,’ jawabku. Datanglah Abu Bakar membawa seluruh hartanya dan Rasulullah bertanya kepadanya, ‘Berapa engkau tinggalkan untuk keluargamu?’Jawabnya, ‘Aku tinggalkan buat mereka Allah dan Rasul-Nya.’ Aku (Umar) berkata, ‘Aku tidak akan dapat mengungguli Anda buat selama-lamanya.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Kedermawanan mereka berdua, Abu Bakar dan Umar, tidak perlu dikomentari panjang lebar lagi. Riwayat tersebut telah menggambarkannya dengan indah dan tuntas. Mereka tidak pernah menahan harta bendanya jika; hal itu untuk kepentingan Islam dan perjuangannya; mereka selalu berlomba- lomba untuk mengeluarkannya.

3. Utsman bin Affan

Ketika Perang Tabuk (perang terbesar ketika itu antara kaum muslimin dan tentara Romawi pada bulan Rajab tahun 9 H) diperintahkan oleh Rasulullah pada musim panas yang terik, perjalanan yang ditempuh amat jauh dan jumlah musuh sangat besar. Demikian pula perlengkapan yang dipersiapkan harus memadai. Rasulullah lalu menganjurkan kepada para sahabat untuk mengeluarkan sumbangan menurut kemampuan masing-masing.

Para sahabat berlomba-lomba mengeluarkan infak, demikian juga kaum wanita berlomba mengeluarkan barang perhiasannya dan menyerahkannya kepada Rasulullah guna membantu persiapan angkatan perang, namun sumbangan itu tidak seberapa banyak dan belum mencukupi persiapan guna menghadapi tentara Romawi yang demikian besar dan tangguh.

Ketika Rasulullah memandang pasukan yang besar dan panjang dari para sahabat, beliau bersabda, “Barangsiapa yang dapat membiayai mereka. Allah akan mengampuninya.” Mendengar jaminan ampunan Allah itu, tampillah Utsman dari arah yang tidak diduga dari dalam barisan panjang itu, menyanggupkan diri untuk membiayai seluruh keperluan pasukan perang yang terkenal dengan nama Jaisul Usrah ‘pasukan di waktu susah’.

Berkata Ibnu Syihab az-Zuhri sehubungan dengan infak Utsman bin Affan itu, “Utsman telah menyerahkan kepada Jaisul Usrah dalam Perang Tabuk sejumlah 940 ekor unta ditambah dengan 60 ekor kuda untuk membulatkan jumlah menjadi seribu ekor.”

Berkata Hudzaifah al-Yamani, “Utsman datang kepada Rasulullah saw. dengan membawa uang untuk Jaisul Usrah dengan dicurahkan di atas telapak tangannya. Rasulullah pun membolak-balikkan uang itu dengan tangannya seraya bersabda, ‘Allah telah mengampuni dosa-dosamu, yang kamu wahai Utsman, baik yang kamu sembunyikan maupun nyatakan, begitupun apa yang akan terjadi nanti sampai kiamat”

Ketika Rasulullah dan para sahabatnya baru berhijrah ke Madinah, mereka langsung mendapat ujian dari Allah dengan menghadapi kesulitan air, sehingga ada di antara para sahabat yang berkata, “Kami tidak tahan tinggal di tempat ini,” sambil menunjuk tempat yang banyak airnya milik orang Yahudi, sebuah mata air tawar yang suka dijualya dengan satu gantang gandum untuk setimba air.

Rasulullah sangat mengharapkan kiranya di antara sahabat ada yang bersedia membeli telaga itu sehingga air dapat dialirkan kepada kaum muslimin tanpa memungut bayaran. Tampillah sekali lagi Utsman bin Affan untuk memenuhi harapan Rasulullah itu dan membeli separo dari telaga itu dengan harga 12.000 dirham. Cara pemanfaatannya dengan bergiliran, satu hari Yahudi dan satu hari untuk kaum muslimin. Karena orang Yahudi itu mengharapkan pendapatan yang lebih banyak, ia menawarkan kepada Utsman bin Affan untuk membeli yang sebagian lagi, lalu dibelilah seluruhnya, sehingga melimpahruahlah air itu untuk kaum muslimin.

4. Abdurrahman bin Auf

Diriwayatkan dari Anas RA. bahwa ketika Aisyah di rumahnya tiba-tiba terdengar suara getaran dan hiruk pikuk di luar rumah. Aisyah bertanya, “Suara apakah itu?’ Dijawab oleh seseorang, “Itu suara kafilah Abdurrahman bin Auf yang baru tiba dari Syam membawa barang dagangannya kira-kira tujuh ratus unta, yang menimbulkan suara demikian.” Aisyah berkata, “Aku telah mendengar Rasulullah bersabda, ‘Saya telah melihat Abdurrahman bin Auf masuk ke dalam surga dengan merangkak.”’ Keterangan ini sampai kepada Abdurrahman bin Auf, lalu ia berkata, “Jika dapat, aku akan usahakan untuk masuk sambil berdiri.” Semua unta dengan muatannya lalu diinfakkan di jalan Allah.

5. Ummahatul Mukminin Aisyah RA.

Diriwayatkan bahwa pada suatu hari, Abdullah bin Zubair mengirim uang sebanyak 180.000 dirham kepada Aisyah RA., sedangkan ketika itu ia tengah berpuasa. Uang itu lalu dibagi-bagikan hingga petang dan tidak tersisa. Ketika sudah petang, Aisyah berkata kepada hambanya, “Sediakan untuk berbuka puasa.” Disediakanlah roti dan minyak zaitun oleh hambanya sambil berkata, “Apakah engkau tidak dapat membeli daging dari uang yang dibagi-bagikan itu walau hanya sedirham?” Aisyah RA. menjawab, “Sudahlah, jangan marah padaku. Sekiranya engkau mengingatkan, tentu aku dapat mengerjakan itu.”

6. Sa’ad Ibn Ar-Rabi

Al-Bukhari meriwayatkan sebagai berikut. Setibanya kaum Muhajirin di Madinah, Rasulullah saw. segera mempersaudarakan Abdurrahman bin Auf dengan Sa’ad ibnur-Rabi.’ Ketika itu, kepada Abdurrahman, Sa’ad berkata, “Aku termasuk orang Anshar yang mempunyai banyak harta kekayaan dan kekayaan itu akan kubagi dua, separo untuk Anda dan separo untukku. Aku juga mempunyai dua istri. Lihatlah mana yang Anda pandang baik bagi Anda sebutkan namanya, ia akan segera kucerai dan sehabis masa iddahnya, Anda kupersilakan menikahinya.”

Abdurrahman menjawab, “Semoga Allah memberkahi keluarga dan kekayaan Anda. Tunjukkanlah kepadaku di manakah pasar kota kalian.”

Demikianlah sedikit dari beberapa contoh agung para pejuang di jalan Allah yang telah mengorbankan harta bendanya untuk menegakkan Islam di muka bumi. Seluruh generasi Islam pertama adalah para pejuang sejati yang telah mengorbankan jiwa dan hartanya untuk perjuangan di jalan Allah. Dada mereka yang telah dipenuhi oleh keimanan dan keislaman, tidak akan ragu mengorbankan apa saja untuk kepentingan agamanya.

Perjuangan agung mereka tidak mungkin dapat diuraikan satu per satu, namun perjuangan mereka pada hakikatnya adalah perjuangan suci yang dilandasi keimanan mereka kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka sangat yakin bahwa semua pengorbanan yang diberikan akan dibalas dengan surga dan segala kenikmatannya. Untuk mendapat kenikmatan akhirat inilah, mereka berlomba-lomba mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Pengorbanan mereka yang agung dan mulia telah menjadikan Islam sebagai agama yang menyelamatkan dunia.

Mereka yang memiliki harta benda dan mengaku sebagai orang yang beriman, tidak akan menumpuk harta bendanya secara berlebih-lebihan sebagaimana yang telah dicontohkan generasi Islam pertama, karena mereka mengetahui bahwa dunia ini adalah ladang untuk menanam amal saleh agar dapat dipanen kelak di akhirat. Mereka yang telah diberi kelebihan harta oleh Allah, namun dipergunakan untuk kepuasan duniawi dan tidak dibelanjakan di jalan Allah, bukanlah termasuk orang-orang yang dirahmati Allah kelak.

Apalagi seperti saat ini, di mana musuh-musuh Islam telah menggalang dana besar untuk menghancurkan Islam dan kaum muslimin, sedangkan para pejuang di jalan Allah sangat kesusahan mendapatkan dana perjuangan mereka. Pada saat seperti ini, pengorbanan mengeluarkan harta di jalan Allah akan mendapatkan ganjaran yang sangat besar dan orang-orang yang tidak mengeluarkannya akan mendapat kemurkaan dan bencana besar. []

– Tamat

Selengkapnya...

Kekuatan Finansial (Quwwatul Maal), Bagian ke-5


Distribusi Infaq Fii Sabilillah (Pengaturan Sumber Dana)

dakwatuna.com – Kebanyakan kaum muslimin ataupun gerakan-gerakan Islam dewasa ini kurang memperhatikan pengaturan dana yang kontinyu dalam menjalankan aktivitas perjuangannya. Jika ada, itu pun hanya kerja sambilan yang kurang diperhatikan. Mereka hanya mengharapkan sumbangan dari donaturnya, baik sebagai anggota maupun simpatisan. Mereka kurang mengembangkan potensi perekonomian Islam dan kaum muslimin untuk melancarkan sumber dana, yang mana ini pun merupakan salah bentuk jihad yang harus dilaksanakan.

Pada saat kaum muslimin belum memiliki negara yang dapat menjamin dana perjuangan dan langkanya para hartawan muslim yang seharusnya menjadi donatur bagi perjuangan Islam, mereka yang kaya telah terjangkiti penyakit kikir sehingga tidak mau mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Di samping itu, ada pula hartawan muslim yang berkeinginan mengeluarkan hartanya membantu perjuangan Islam, namun dihantui ketakutan penangkapan dan penyiksaan dari penguasa-penguasa zhalim vang anti-Islam. Masih banyak lagi faktor yang menahan hartawan muslim mengeluarkan hartanya di jalan Allah. Hal ini jelas akan menyusahkan perjuangan Islam karena kekurangan dana. Banyak program pokok dalam perjuangan terbengkalai akibat ketiadaan dana. Bagaimanapun, dana sangat penting bagi keberhasilan misi perjuangan.

Sementara itu, musuh-musuh Islam, pasukan-pasukan thagut, terus melancarkan operasi penghancuran dan penghapusan Islam dengan berbagai fasilitas dan tunjangan dana besar dari para donaturnya yang memiliki jaringan internasional. Apakah karena ketiadaan dana ini menyebabkan pejuang-pejuang fi sabilillah mundur dari perjuangannya dan membiarkan pengikut-pengikut iblis yang dilaknat Allah itu menyesatkan manusia. Apakah ketiadaan dana ini mendorong mereka mengemis pada musuh-musuh Islam untuk memberikan dana bagi perjuangannya dengan syarat mereka harus melacurkan aqidahnya, atau hanya pasrah saja menunggu dana dari donatur; jika dana sudah tersedia, baru menjalankan aktivitas perjuangan.

Semua ini adalah pekerjaan orang-orang frustasi, orang-orang yang kalah mentalnya dalam berinteraksi dengan kejahiliyahan. Inilah sifat tercela yang harus dijauhi pejuang-pejuang fi sabilillah. Kita yakin dengan seyakin-yakinnya bahwa Allah Yang Maha Kaya dan Maha Kuasa pasti akan mendatangkan bantuan-Nya, namun apakah bantuan itu akan datang dengan sendirinya tanpa ikhtiar sungguh-sungguh dari pejuang-pejuang suci ini. Bukankah Allah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya untuk berusaha semaksimal kemampuannya untuk menegakkan din-Nya, kemudian dengan usaha sungguh-sungguh itulah Allah mendatangkan bantuannya, sebagaimana disebutkan Al-Qur’an,

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” (QS. Muhammad: 7)

Dengan demikian, Allah hanya akan menolong hamba-hamba-Nya yang sudah berikhtiar dengan seluruh kemampuannya, bukan orang-orang yang patah semangat kemudian tidak berbuat.

Untuk menanggulangi kekurangan dana dalam perjuangan, saat ini diperlukan usaha-usaha perekonomian yang dapat menghasilkan dana, baik dalam usaha perdagangan, pabrik, jasa, maupun usaha-usaha halal lainnya. Tentu, usaha ini dikelola sesuai dengan perkembangan sistem perekonomian modern yang sesuai dengan Islam, dilaksanakan oleh orang-orang yang amanah dan bertanggung jawab, memiliki komitmen yang kuat terhadap perjuangan Islam dan profesional di bidangnya, di bawah kontrol lembaga perjuangan Islam, baik secara langsung jika hal ini memungkinkan maupun tersembunyi.

Sangat bijak jika pergerakan Islam melaksanakan usahanya secara sembunyi (rahasia), terutama di negara-negara yang penguasanya anti-Islam, tidak terang-terangan secara langsung mengatasnamakan lembaga perjuangannya dalam aktivitas perekonomian, misalnya atas nama pribadi yang dibiayai dan dikontrol lembaga. Cara semacam ini menjaga kemungkinan musuh-musuh Islam yang ingin menghancurkan perjuangan dari sumber kekuatan ekonomi karena mereka senantiasa berusaha untuk itu dengan menghalalkan segala cara.

Usaha-usaha perekonomian itu harus dilakukan dengan menjalankan sistem perekonomian Islam. Baik berupa syirkah, mudharabah, murabahah, qiradh, dan sejenisnya yang tidak terkontaminasi sistem ekonomi non-Islam. Misalnya, beberapa anggota pergerakan yang memiliki kelebihan harta mengumpulkan modal untuk dijalankan. Kemudian dari keuntungan usaha tersebut disisihkan bagian untuk dana perjuangan. Atau seseorang/beberapa orang yang memiliki modal dan yang lainnya mendirikan usaha. Keuntungan dari usaha itu dibagi antara pemberi modal dan yang menjalankannya kemudian disisihkan bagian untuk perjuangan Islam.

Atau sebuah pergerakan Islam yang memiliki dana cukup, kemudian membuka usaha sebagai bagian dari aktivitasnya sebagai sumber dana perjuangan; dan lain-lain bentuk perekonomian yang tidak bertentangan dengan syariat Islam dan dijalankan dengan manajemen modern dan profesional.

Dengan usaha-usaha pengaturan dana melalui perekonomian ini, para pejuang fi sabilillah tidak perlu bersusah payah mengemis pada orang-orang kikir ataupun musuh-musuhnya dan tidak perlu terlalu mengharapkan bantuan yang belum pasti datangnya. Dengan usaha yang bersungguh-sungguh dan mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya, rahmat dan pertolongan Allah akan senantiasa datang kepada pejuang di jalan Allah. Selain itu, dapat dilihat keberhasilan yang telah diperoleh pejuang-pejuang di jalan Allah yang menaruh perhatian besar terhadap pengaturan sumber dana ini, bahkan menjadikannya sebagai bagian dari perjuangan yang mesti digarap, tidak kalah pentingnya dengan jihad lainnya.

Sebagai contoh, Imam Syahid Hasan al-Banna sangat menaruh perhatian pada aspek perekonomian ini. Gerakannya mampu mengorganisasi usaha-usaha perekonomian, bahkan pabrik-pabrik besar, sebagai sumber dana perjuangannya. Usahanya itu dikelola oleh jamaah secara profesional. Demikian pula halnya dengan gerakan ekonomi yang dikelola gerakan al-Arqam, yang berpusat di Malaysia, dengan pabrik-pabrik dan usaha perdagangan yang cukup maju serta dikelola secara profesional oleh pribadi-pribadi berdedikasi tinggi. Dengan usahanya itu, gerakan Arqam mampu berkembang ke beberapa negara.

Berapa banyak gerakan Islam yang gulung tikar ataupun susah berkembang karena kurang memperhatikan pengaturan sumber dana secara profesional, tidak menggarap sektor perekonomian sebagaimana menggarap bagian-bagian perjuangan lainnya, sedangkan ekonomi adalah kunci dari keberhasilan perjuangan secara menyeluruh. Kini, sudah saatnya lembaga-lembaga perjuangan Islam, bahkan merupakan tuntutan yang mesti dilakukan, untuk memiliki lembaga khusus yang bergerak dalam bidang ekonomi dalam rangka menunjang dana perjuangan dengan mengikuti kaidah-kaidah perekonomian modern yang sesuai dengan Islam.

Untuk membahas persoalan ini secara rinci diperlukan keterlibatan para pakar ekonomi dan bisnis serta manajemen yang komitmen terhadap perjuangan Islam dalam rangka menuju kejayaan Islam dan umatnya. Di antara seruan Allah SWT dalam memobilisasi kaum Muslimin untuk berjihad di jalan-Nya adalah dalam Surat At-Taubah ayat 41:

انْفِرُوا خِفَافًا وَثِقَالًا وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

Berangkatlah kamu baik dalam keadaan merasa ringan ataupun merasa berat, dan berjihadlah dengan harta dan dirimu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)

Infaq di jalan Allah menjadi sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan dalam jihad fii sabilillah, baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sempit. Dalam ayat tersebut secara gamblang disebutkan bahwa berjihadlah dengan harta dan jiwamu.

Para sahabat radhiyallahu ‘anhum berlomba-lomba menginfaqkan harta mereka setiap kali seruan infaq datang kepada mereka. Abu Bakar menginfaqkan seluruh hartanya kepada Rasulullah, Umar menginfaqkan separuh hartanya kepada Rasulullah, Utsman bin Affan pernah menginfaqkan seribu ekor unta berikut isinya. Pantaslah para muassis dakwah pada zaman sekarang ini pun mengandalkan penggalangan dana dari infaq para pendukungnya dengan slogan shunduuqunaa juyuubuna. Tidak mengandalkan kepada uluran tangan dan belas kasihan orang lain. Asy-Syahid Hasan Al-Banna pernah menolak pemberian dari kerajaan Inggris untuk aktivitas dakwah beliau.

Mengapa kita diharuskan berjihad dengan harta kita? Hal itu disebabkan karena kebatilan pun untuk bisa eksis, didukung oleh para pendukung kebatilan (orang-orang kafir) yang berani mengeluarkan biaya besar. Allah berfirman:

إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ لِيَصُدُّوا عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ فَسَيُنْفِقُونَهَا ثُمَّ تَكُونُ عَلَيْهِمْ حَسْرَةً ثُمَّ يُغْلَبُونَ وَالَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ يُحْشَرُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang kafir itu, menafkahkan harta mereka untuk menghalangi (orang) dari jalan Allah. Mereka akan menafkahkan harta itu, kemudian menjadi sesalan bagi mereka, dan mereka akan dikalahkan. Dan ke dalam neraka Jahannamlah orang-orang yang kafir itu dikumpulkan,” (QS. Al-Anfal: 36)

Oleh karena itu, pelalaian akan infaq di jalan Allah ini akan menyebabkan surutnya kembali cahaya Islam dan tertutupinya kebenaran Islam. Tertutup oleh kegelapan kebatilan dan kezhaliman yang mengobral harta mereka untuk melawan kebenaran.

Perhatikanlah dalam penggalan sejarah ketika para sahabat berkeinginan meminta dispensasi kepada Rasulullah untuk tidak lagi berinfaq dan meninggalkan dakwah yang telah maju di Madinah untuk sekadar memetik keuntungan duniawi. Permintaan dispensasi tersebut dijawab oleh Allah dengan sebuah penegasan untuk berinfaq di jalan Allah SWT.

وَأَنْفِقُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ وَأَحْسِنُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqarah: 195)

Semoga Allah SWT senantiasa melapangkan rezki kepada kita dan memberikan kekuatan kepada kita untuk berinfaq di jalan Allah SWT dalam menegakkan agama Allah di muka bumi ini.

– Bersambung


Selengkapnya...

 
◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates. Distributed by Deluxe Templates